Salah seorang dosen pembimbing mahasiswa FISIP Universitas Sawerigading (UNSA) Makassar, Surachmi Inderawaty, SE, M.Si kepada media Minggu (29/1/2019) menegaskan, pilihan pada tema bengal, karena aksi yang dilakukan para pelaku itu sudah membawa pada korban jika dan cacat seumur hidup.
Dijelaskan, penelitian mahasiswa ini sekaligus akan mencari solusi mengapa aksi bengal masih tetap marak dengan para pelaku anak-anak usia sekolah antara 15-19 tahun, tandas Dosen Tetap Yayasan Sosiologi Fisip Unsa ini.
Hasil temuan awal mahasiswa, fakta lapangan menunjukkan, sepanjang tahun 2015 kasus bengal yang dilaporkan kepada pihak berwajib sebanyak 733 kasus tetapi yang dapat terselesaikan hanya 290 kasus, tegas Surachmi.
Sebaliknya pada tahun 2016, laporan masyarakat terhadap kasus bengal sebanyak 666 kasus kejadian tetapi yang dapat diselesaikan hanya 368 kasus. Tingginya angka kasus bengal dengan pelaku anak-anak bangsa, menjadi semacam patologi sosial yang tidak bisa dibiarkan berlarut-larut , tandasnya.
Lokasi di Kota Metropolitan yang menjadi langganan aksi kekerasan bengal sering ditemukan di Jl. Tentara Pelajar, Jl. Sutomo, Jl. Rappocini, Jl. Pettrani, Jl. Perintis Kemerdekaan, Jl. Panakukang dan masih banyak lagi sudut kota lainnya, katanya.
Para mahasiwa yang akan melakukan penelitian soal bengal di Makassar yakni; ; Saenal Syam (ketua) anggota; Rahmiani, Isak Pasabuan, Arifuddin. Penelitian lain soal manusia becak dengan ketua; Muh Ma’ruf para anggota; Nikita Ayu Rahmawati, Nur Sri Rahayu, Sitti Fauziah M. Mahasiswa meneliti soal anak jalanan jadi pengemis ditulis oleh Habibi Hasan selaku ketua, didampingi Reni Indriani dan Muh Ikram. (nasrullah)