Apa yang terlintas di benak kalian ketika mendengar kata pasar? Ya, pasti tempat yang kotor, bau, becek, dan jauh dari kata nyaman. Tapi sebenarnya di dalam pasar tersebut tersimpan begitu banyak cerita yang sangat beragam, mulai dari tempatnya, penjual, pembeli, dan masih banyak lagi yang bisa dijadikan cerita menarik.
Di tengah ramainya pasar, aku tertarik untuk berhenti di salah satu tempat penjual kelapa parut. Ahmad Yani adalah nama si penjual kelapa parut di Pasar Kemiri Depok. Pria kelahiran 1978 itu sudah berjualan kelapa di Pasar Kemiri sejak tahun 2011. Baginya, berjualan kelapa adalah satu-satunya sumber rezeki yang bisa ia dapatkan. Dalam sehari, lelaki yang lebih akrab disapa Pak Yani itu mampu menjual kelapa 100-150 buah kelapa.
Pak Yani menjual kelapanya dari harga Rp6.000 – Rp8.000 rupiah, tergantung ukuran kelapa tersebut, “harganya relatif, ada kelas A, B, sama C. Kalau kelas A itu yang paling besar, harganya Rp8.000, kelas B Rp7.000. Nah, yang paling kecil itu kelas C, Rp6.000, tapi sekarang saya sudah gak jual yang kelas C soalnya barangnya langka,” seru pria 39 tahun itu.
Pak Yani membeli kelapa pada pemasok atau bandarnya langsung dari Pekanbaru Jambi dan Palembang. Pukul lima pagi, Pak Yani sudah membuka warung kelapanya yang hanya beratap asbes dan papan seadanya. Jarak antara rumah Pak Yani dengan pasar cukup jauh sehingga Pak Yani jarang pulang ke rumahnya. Alasan lain juga dikatakan oleh Pak Yani, yakni karena istrinya berada di kampung. Dengan begitu, Pak Yani lebih sering tidur di kontarakan dekat pasar dibanding di rumahnya.
Kios yang ditempati Pak Yani untuk berjualan kelapa bukanlah milik Pak Yani, melainkan milik Pemda. Namun, untungnya, tidak ada uang sewa yang harus dibayarkan setiap bulan. Kios tersebut memang sengaja disediakan dan siap guna bagi siapa saja yang ingin menempati, kebetulan Pak Yani yang kedapatan menempati kios tersebut.
Kelapa yang dijual Pak Yani mampu bertahan dua sampai tiga hari, tergantung tua atau muda kelapa tersebut, “ya maksimal tuh 2 hari itu kalau yang sudah dikupas, tapi kalau belum 3 hari dia masih kuat bagaimana dia muda atau tuanya kelapa, kalau tua tuh dia biasanya lebih awet tapi kalau yang muda dia gak tahan lama paling 2 hari” jelasnya.
Untuk uang kebersihan, setiap pedagang di pasar kemiri dikenakan biaya Rp2.000 rupiah setiap hari.
Walaupun hanya Rp.2.000 rupiah per hari, masih banyak pungutan-pungutan di luar uang kebersihan. Biasanya pungutan tersebut diminta oleh oknum tidak resmi. Letak kios Pak Yani persis di pinggir rel kereta api, jadi suara bising sudah menjadi makanan sehari hari bagi Pak Yani dan pedagang lain yang berjualan di Pasar Kemiri.
(Laila Rahmayanti / PNJ)
Laila Rahmayanti
Mahasiswa