SAMPANG, Beritalima.com | Desa Tragih, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang, Madura, menerima program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) tahun 2025 berupa saluran irigasi.
Program senilai Rp195 juta dari APBN ini seharusnya dikelola secara swakelola oleh Kelompok Himpunan Petani Pemakai Air (Hippa) Maju Jaya.
Akan tetapi, berdasarkan hasil penelusuran di lapangan menemukan indikasi kuat adanya penyimpangan pada kegiatan pembangunan tersebut. Hal itu terlihat dari minimnya pekerjaan galian pondasi. Kemudian, susunan pasangan batu juga tampak asal-asalan, sehingga diduga tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Selain itu, pengerjaan proyek fisik senilai Rp195 juta ini diduga tumpang tindih. Indikasinya, di lokasi terlihat ada bangunan lama yang dipoles menjadi proyek saluran.
Bangunan saluran yang sudah lama ada tidak dibongkar terlebih dahulu. Tapi hanya diplester untuk menutupi bagian yang sudah menjamur dan menghitam.
Lebih mencengangkan, proyek yang semestinya menjadi kewenangan penuh kelompok Hippa Maju Jaya justru diduga dikuasai pihak ketiga.
Hal ini dibenarkan oleh Mat Salim, Ketua P3-TGAI Maju Jaya. Ia mengaku hanya dipinjam namanya untuk kepentingan administrasi, tanpa pernah dilibatkan dalam pengelolaan maupun penggunaan anggaran.
“Iya, memang benar itu lokasi Hippa kami, tapi saya hanya diatasnamakan saja. Bukan kelompok yang mengelola, ada pihak lain yang nge-sub yakni Rosidi, lebih jelasnya langsung koordinasi ke pihak yang ambil sub,” ungkap Mat Salim Senin (1/09/2025).
Ia menambahkan, meskipun pencairan tahap pertama senilai Rp136,5 juta telah dilakukan, dirinya tidak tahu-menahu soal arus uang maupun pelaksanaan teknis pekerjaan.
“Kalau dana pusat itu Rp195 juta, dan tahap pertama dicairkan 30%, Tapi setelah cair, saya tidak tahu karena langsung diurus pihak yang nge-sub proyek,” tegasnya.
Program P3-TGAI sejatinya dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui sistem swakelola, tanpa campur tangan kontraktor. Jika benar proyek di Desa Tragih ini telah disubkontrakkan, maka jelas terjadi penyimpangan mekanisme yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Kondisi ini mendesak Dinas PUPR Sampang, BBWS Brantas, hingga Aparat Penegak Hukum (APH) untuk turun tangan melakukan investigasi. Publik menunggu transparansi dan akuntabilitas agar dugaan penyalahgunaan program ini bisa terungkap terang benderang. (FA)






