Keluarkan Ucapan Tak Pantas, Pengamat: Keberadaam Ngabalin di Istana Perlu Dievaluasi

  • Whatsapp

JAKARTA, Beritalima.com– Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Dr Ali Mochtar Ngabalin menyebut Ketua Bidang Hukum dan HAM Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Busyro Muqoddas berotak sungsang.

Penilaian pria berkulit hitam kelahiran Fakfak, Papua yang ke luar di media beberapa waktu lalu tersebut mengemuka setelah Busyro menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tamat di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Penilaian dan ucapan seperti itu sangat tidak pantas dikemukakan serta keluar dari mulut seorang Tenaga Ahli Utama KSP. Ngabalin mematahkan penilaian Busyro dengan cara merendahkan diri orang. Diksi berotak sungsang itu dapat dimaknai sebagai penghinaan terhadap seseorang yang kemampuan otaknya rendah.

Harusnya, papar pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga saat bincang-bincang dengan Beritalima.com di Jakarta, Senin (17/5) malam, Ngabalin mematahkan penilaian Busyro tidak dengan argumentasi.

Padahal, seorang terdidik idealnya mematahkan apa yang dikatakan seseorang dengan berbagai argumentasi, bukan menyudutkan apalagi menghina orangnya dengan stigma tertentu.

Selain itu, Ngabalin juga mengabaikan etika komunikasi ketika menyebut Busyro berotak sungsang. Di sini Ngabalin mengabaikan nilai dan norma yang menjadi standar dan acuan manusia dalam berkomunikasi dengan orang lain.

“Ngabalin abai dengan tindakan komunikasi baik dan buruk berdasarkan standar yang berlaku. Padahal, semakin terdidik seseorang, idealnya semakin terjaga etika komunikasinya. Sayangnya, Ngabalin dengan pendidikan yang sangat tinggi kerap abai dengan etika berkomunikasi,” kata pria yang akrab disapa Jamil ini.

Sebagai Tenaga Ahli Utama KSP, lanjut Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Institut Ilmu Sosial Ilmu Politik (Fikom IISIP) Jakarta 1996-1999 tersebut, selayaknya Ngabalin sangat menjaga etika komunikasi. Sebab, KSP itu bagian dari Istana, yang menjadi tolok ukur dalam berkomunikasi.

Kalau ada staf KSP yang abai dengan etika berkomunikasi, Istana dengan sendirinya akan terkena getahnya. Karena itu, selayaknya Istana mengevaluasi semua orang di lingkar Istana, termasuk Ngabalin.

“Kiranya, tak ada tempat bagi siapa pun yang abai etika berkomunikasi untuk tetap berkarier di Istana. Mereka ini hanya mempermalukan bangsa dan negara,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (akhir)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait