Keluh Perantau Di balik Larangan Mudik 2020

  • Whatsapp

beritalima.com | Terhitung sejak 24 April 2020, larangan mudik diberlakukan. Larangan tersebut disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo saat rapat terbatas Selasa, 21 April 2020. Tentunya larangan ini diberlakukan untuk meminimalisasi penyebaran covid-19. Larangan ini juga diberlakukan seiring dengan pertimbangan hasil survey yang mencatat bahwa beberapa perantau masih ada yang nekat mudik. Namun timbul polemik dari berbagai kalangan dalam menyikapi larangan ini. Beberapa orang kontra dan kecewa dengan kebijakannya. Lantas apa yang mereka rasakan serta bagaimana kisah mereka berkaitan dengan kebijakan larangan mudik 2020?

Rindu Keluarga
Banyak perantau yang rela meninggalkan kampung halamannya untuk mengadu nasib di Ibukota. Bukan hanya kampung halaman, tapi mereka juga meninggalkan keluarga dan sanak saudara. Orang tua, kerabat, saudara, bahkan anak rela mereka tinggalkan untuk mencari rezeki supaya bisa menghidupi keluarganya. Mereka disibukkan dengan ingar bingar di perantauan. Tidak heran jika momen mudik menjelang Idul Fitri menjadi satu-satunya kesempatan untuk bertemu sanak keluarga di kampung halaman. Rindu, begitulah yang dirasakan Royanah, pemilik warteg, saat disinggung soal keluarganya.

“Ya tentu saja saya rindu. Karena saya pulang satu tahun sekali, saat lebaran saja. Pulang untuk menengok orangtua di kampung. Orangtua saya sudah tua, kasihan kalau tidak ditengoki. Tapi sekarang malah dilarang untuk mudik, apa boleh buat,” ucapnya sendu saat diwawancarai.
Ia menuturkan bahwa larangan mudik cukup membuatnya kecewa. Keinginan kumpul bersama keluarga harus ia pendam dalam-dalam karena tidak mungkin terwujud dalam waktu dekat. Dia paham bahwa larangan ini untuk kebaikan bersama. Ia berharap pandemi covid-19 ini cepat berlalu, supaya rasa rindunya segera terobati.

Banyak Pengeluaran Sedikit Pemasukan
Banyak dari mereka yang merantau dengan tujuan mencari nafkah. Mencoba mengadu nasib di Ibukota. Dengan sandang, pangan, dan papan seadanya mereka mencoba bertahan hidup di perantauan. Bahkan banyak dari mereka yang tempat tinggalnya masih mengontrak. Penghasilan mereka tidak sebanyak dulu, sebelum pandemi covid-19 menyerang. Sekarang mereka kesulitan untuk membayar kontrak dan mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Hal ini dikarenakan pemasukan yang lebih sedikit dari sebelumnya.

Kondisi ini lah yang juga dirasakan Royanah, pemilik warteg. Penghasilan per harinya menurun semenjak pandemi covid-19. Banyak pelanggan setianya yang pulang ke rumah, mengosongkan indekosnya. Tentu saja ini berdampak pada penghasilan Royanah.

“Semua langganan sudah pada pulang. Sekarang sepi, tidak se-ramai dulu. Saya bingung harus bagaimana. Warung dan tempat tinggal saya saja masih mengontrak. Kebutuhan sehari-hari terus meningkat dengan pemasukan yang terus menurun” ucap Royanah saat diwawancarai.
Kondisi ini tentunya cukup menyulitkan Royanah. Terlebih hingga saat ini belum ada bantuan sembako atau apapun dari pemerintah setempat. Pendataan sudah dilakukan oleh RT setempat, namun bantuan belum juga datang. Meskipun hanya perantau, ia berharap bisa mendapatkan bantuan layaknya penduduk setempat. Tanpa perbedaan perlakuan.

“Sampai saat ini saya dan keluarga belum mendapatkan bantuan. Sudah dilakukan pendataan, tapi saya belum menerima apa pun. Semoga tidak ada pembeda hanya karena saya perantau. Karena bantuan ini akan sangat bermanfaat untuk saya dan keluarga,” ujarnya.

Meskipun dengan kondisi yang demikian, Royanah akan terus berjuang. Karena masih banyak tanggungan yang harus ia bayar. Kiriman untuk orangtua di kampung setiap bulan pun tidak ia lupakan. Ia terus berharap supaya keadaan ini makin membaik. Kembali seperti sedia kala.
Kebijakan larangan mudik nyatanya menyisakan kisah pilu bagi sebagian orang. Rindu dengan keluarga di kampung, penghasilan menurun, serta bantuan yang tak segera turun menjadi permasalahan beberapa orang. Meskipun demikian, kebijakan tetaplah kebijakan. Tentunya kebijakan ini diputuskan dengan perencanaan yang matang. Sebagai masyarakat, kita harus mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Harapan semua masyarakat Indonesia, pandemi covid-19 segera enyah.

Maya Selawati Dewi-Politeknik Negeri Jakarta

beritalima.com

Pos terkait