Malang, beritalima.com | Berdasarkan laporan Keuangan (CaLK) Pemerintah Kabupaten Malang Tahun 2020 Pajak Reklame, diuraikan bahwa disamping PAD pajak reklame terdapat juga titipan uang jasa pembongkaran reklame dengan rincian
Saldo awal tahun senilai Rp 2,2 Miliar, sedangkan jumlah penerimaan tahun 2020 senilai Rp 773 Juta dan jumlah pengeluaran tahun 2020 senilai Rp 286 Juta, sehingga terdapat saldo akhir tahun senilai Rp 2,7 Miliar.
Selanjutnya diketahui bahwa Biaya Jaminan Bongkar (BJB) adalah biaya yang dibayarkan/dititipkan oleh penyelenggara reklame kepada pemerintah daerah yang dipergunakan oleh pemerintah daerah untuk membongkar reklame dan untuk pemulihan/perbaikan kembali lokasi/tempat bekas diselenggarakannya reklame jika penyelenggara reklame tidak memenuhi kewajibannya sampai dengan batas waktu yang diizinkan.
BJB atau biaya jambong dipungut atas semua jenis reklame baik insidentil, terbatas maupun permanen yang dibayarkan bersamaan dengan pembayaran pajak reklame. Biaya jambong sendiri ditemukan potongan sebesar 10% yang hanya berdasarkan peraturan bupati.
Sementara itu terkait biaya jambong pihak Satpol PP Kabupaten Malang, mengklaim bahwa pihaknya selama ini tidak pernah mengajukan biaya jambong kepada Dispenda Kabupaten Malang, bahkan pihak Satpol hanya menyarankan kepada penyelenggara reklame untuk melakukan pembongkaran secara mandiri jika masa berlaku reklame sudah habis.
” Kami tidak pernah mengajukan biaya Jambong selama ini, bahkan di tahun tahun sebelumya pun tidak pernah, kami selama ini hanya melakukan pembongkaran reklame reklame yang tak berizin saja,” ungkap Bowo Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah Satpol PP Kabupaten Malang, ditemui awak media Selasa 04/01/22.
Menurutnya kenapa Satpol PP selama ini tidak pernah mengajukan biaya Jambong kepada Dispenda, karena proses untuk mengajukan biaya Jambong tersebut sangat ribet harus membuat spj secara lengkap dan detail. “Kenapa Satpol PP tidak mengajukan biaya Jambong ya karena terlalu ribet untuk menyusun spj nya, harus melalui penyelenggara reklame, harus melakukan analisa analisa konstruksinya, analisa upah honor dan sebagainya itu ribet sehingga kita nggak pernah memanfaatkan,” tegasnya.
Dari pernyataan Satpol PP tersebut Amrin Koordinator Komunitas Pemuda Anti Korupsi Malang Raya, mempertanyakan penggunaan biaya Jambong yang selama ini sudah dipungut dari tahun ke tahun sejak 2013 hingga 2021, jika selama ini pihak Satpol PP tidak pernah melakukan pengajuan biaya pembongkaran kepada Dispenda.
“Jika selama ini pihak satpol PP tidak pernah mengajukan biaya jambong, lalu kemana mengalirnya dana tersebut? Ini patut dipertanyakan, apalagi pungutan tersebut tidak berdasar, dan biaya itu berpotensi untuk dikorupsi,” tegasnya.
Amrin juga menuturkan untuk mewujudkan transparansi anggaran dirinya akan menyikapi hal itu, dan mestinya Aparat Penegak Hukum (APH) turun tangan dan tidak segan-segan melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang terkait penerimaan pajak daerah, terutama penggunaannya untuk apa.
” Bila perlu kita laporkan ke APH karena ini penting dan pemotongan biaya jambong berpotensi korupsi. Dana yang diperoleh dari pungutan jasa bongkar reklame selama ini itu untuk apa? aliran dana ini harus diaudit karena bisa lari kemana-mana,” tandasnya. [San]