Kembali Didemo Karyawan Soal Gaji dan THR, Kuasa Hukum PT. Pakerin Bongkar Akar Permasalahan Internal

  • Whatsapp

SURABAYA – Gelombang unjuk rasa kembali terjadi di kantor pusat PT. Pabrik Kertas Indonesia (Pakerin) di Jalan Kertopaten Ni.3, Kecamatan Simokerto, Surabaya, Senin (2/6/2025). Ratusan pekerja yang berasal dari unit Mojokerto kembali turun ke jalan, membawa satu tuntutan yang tak kunjung dipenuhi yaitu hak atas gaji dan THR 2025 yang hingga kini masih belum diberikan.

Bukan sekali ini mereka berdiri di bawah terik matahari dan spanduk tuntutan. Aksi serupa telah mereka gelar pada April lalu. Namun, jawaban dari pihak perusahaan masih kabur, sementara dapur para buruh makin tak berasap.

“Kami Tidak Minta Lebih, Hanya Hak Kami Sendiri”

Budi, salah satu koordinator aksi, menyuarakan tuntutan yang bagi para pekerja adalah soal hidup dan mati. “Upah Mei belum dibayarkan. THR juga masih digantung. Kami menuntut tanggung jawab direktur utama sekalipun ini disebut masalah internal keluarga,” ujarnya tegas.

Namun yang lebih mengkhawatirkan bagi para buruh adalah langkah hukum yang kini ditempuh perusahaan dengan pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Surabaya. Di mata pekerja, PKPU bukan sekadar urusan utang, melainkan pintu masuk menuju pemutusan hubungan kerja massal, dilegalkan oleh Undang-Undang Cipta Kerja.

“Kalau PKPU jalan, 2.000 lebih nyawa pekerja di Mojokerto bisa melayang. Ini bukan hanya soal uang, ini soal nyawa keluarga kami. Makanya kami menyatakan agar PKPU PT. Pakerin ditolak,” kata Budi dengan mata memerah.

Jejak Uang Rp 1 Triliun yang Terkunci

Di balik layar, terkuak fakta mengejutkan. Perusahaan ternyata PT. Pakerin memiliki deposito senilai Rp 1 triliun yang tersimpan di Prima Master Bank. Tapi uang itu, yang bisa menjadi penyelamat ribuan keluarga buruh, tak bisa disentuh. Kenapa?

Kuasa Hukum PT. Pakerin, Alexander Arif, membongkar keterkaitannya. Bank tempat dana itu disimpan yang 99 persen sahamnya dimiliki oleh Henry, adik kandung dari David S.K., Direktur Utama Pakerin. Artinya, perkara ini bukan sekadar soal hukum bisnis, tapi juga konflik berdarah dalam keluarga pemilik perusahaan.

“Kami sudah datangi langsung Prima Bank. Kalau mereka tak mau cairkan dananya, kami akan ambil jalur hukum. Laporkan ke OJK dan kepolisian,” ujar Alex lantang.

Namun jawaban pihak Bank tak bergeming: selama kepengurusan yang sah belum mereka akui, dana tidak bisa dicairkan. Mereka menganggap manajemen PT. Pakerin saat ini telah demisioner.

Sengketa Saudara, Buruh yang Menjadi Korban

Padahal, menurut Alex, kepengurusan baru telah disahkan secara hukum dan tidak pernah dibatalkan pengadilan. Tapi tampaknya, kekisruhan antar saudara ini telah menjebak 2.000 pekerja dalam ketidakpastian yang menyakitkan.

“Kalau memang demisioner, siapa yang sekarang jalanin operasional? Ini sudah jelas sabotase,” ujar Alex. Ia menegaskan, pihaknya akan menempuh semua jalur hukum pidana maupun perdata.

Tawaran Dialog yang Terlambat?

Di akhir pernyataannya, David S.K. menyatakan terbuka untuk berdialog dengan dua saudaranya yang kini menjadi lawan sengketa: ST dan HS. Tapi bagi para buruh, tawaran ini mungkin datang terlalu lambat saat dapur mereka sudah lama padam.

Buruh menuntut lebih dari sekadar dialog: mereka menuntut keadilan dan kehidupan yang layak dari perusahaan tempat mereka menggantungkan hidup. Sementara itu, uang yang bisa menyelamatkan mereka masih terkunci rapat, di Bank milik sang paman dalam perang dingin keluarga yang mengorbankan ribuan rakyat kecil. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait