Jakarta, beritalima.com| – Hasil musyawarah para pendiri bangsa yang mufakat ketika mau membuat negara adalah negara berdasar Pancasila dan memakai sistem bernegara sendiri, sistem Indonesia, sistem MPR. Produk legal konstitusionalnya terjadi pada tanggal 18 Agustus 1945. Kalimat jernih dari kepentingan apapun dan siapapun mencanangkan, berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur maka ditetapkanlah UUD’45 sebagai landasan konstitusional Negara Kesatuan Republik Indonesia. Fokus, tegas dan mendalam serta mengakar bagaimana rumusan visi, misi dan fondasi bangsa Indonesia yang membentuk negara.
Banyak pihak terutama yang ingin menjajah Indonesia kembali merasa kalah, apalagi ketika membaca kalimat-kalimat yang indah dan bermakna sangat mendalam pada pembukaan UUD 18 Agustus 1945. Tapi mereka tetap berusaha untuk menguasai Indonesia, negara yang kaya sumber daya alamnya dan mempunyai letak yang sangat strategis secara geografis.
Dengan menggunakan tangan anak-anak bangsa yang hanya berorientasi pada materi, kekuasaan dan nafsu syahwat atau biasa dikenal dengan diksi harta, tahta dan wanita, mereka mengubah Barang Tubuh UUD 1945. Dengan skema perang asimetris bertema “reformasi”, mereka secara terstruktur, sistematis dan masif berhasil menjajah kembali Indonesia dengan mengganti UUD 18 Agustus 1945 sekaligus mengubur Pancasila sebagai dasar negara.
Setelah mempersiapkan sarana dan prasarana untuk skema ini, seperti organisasi kemahasiswaan dilengkapi “mars”nya, lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau organisasi non pemerintah (ornop) yang kemudian membentuk Koalisi Ornop Untuk Konstitusi Baru, partai politik, maka anak-anak bangsa yang sudah dibina, dan rela jadi penghianat bangsanya melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengganti UUD 18 Agustus 1945 dengan memakai diksi “perubahan” dengan UUD baru yang diberi nama UUD NRI 1945 atau lebih dikenal sebagai UUD’45 Palsu.
UUD’45 Palsu meski Pembukaannya masih mencantumkan sila-sila dari Pancasila, tapi pasal-pasal dalam Barang Tubuhnya dengan jelas telah meninggalkan Pancasila. Sila Keadilan Sosial diingkari dengan kesenjangan sosial yang sangat jelas, tanah-tanah dikuasai para pemodal dengan berbagai modus, sementara para petani hanya sebagai penggarap atau atau buruh tani. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan diingkari dengan pilkada dan pilpres langsung yang mengakibatkan terbelahnya bangsa Indonesia sehingga mengancam Persatuan Indonesia.
Penyelenggaraan demokrasi liberal pun selalu menimbulkan korban jiwa. Maka sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab dimakamkan tanpa nisan. Munculnya “orang-orang kuat” baik di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, seolah mengganti peran Tuhan sehingga sila Ketuhanan Yang Maha Esa seperti seonggok daging segar yg tak diminati anjing.
Di tengah prahara bangsa ini ternyata masih ada anak-anak bangsa yang peduli terhadap nasib ɓangsanya. Salah satunya yang bergabung dalam Presidium Konstitusi yang dipimpin oleh Wakil Presiden RI ke 6 dan Panglima ABRI ke 9 Jenderal TNI (Purnawirawan) Try Sutrisno.
Tidak ada cara lain untuk menyelamatkan bangsa dan negara selain kembali ke Pancasila dan UUD’45. Presidium Konstitusi diharapkan menjadi tempat berhimpunnya mereka yang setia pada semangat kejuangan, nilai-nilai perjuangan dan janji suci Konstitusi 1945. Dengan demikian Indonesia kembali bangkit, bergerak dan berubah menuju tegaknya harkat martabat bangsa dan negara Indonesia.
Oleh : Zulkifli S Ekomei, aktifis kebangsaan







