JAKARTA, Beritalima.com– Reshuffle atau perombakan Kabinet Indonesia Maju (KIM) pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mencuat setelah Menteri dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo dan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Apalagi, ungkap pengamat politik Universitas Esa Unggul Jakarta, Muhammad Jamiluddin Ritonga ketika bincang-bincang dengan Beritalima.com di Jakarta, Sabtu (19/12) siang, sebelumnya Presiden Jokowi sudah memberi sinyal untuk merombak para pembantunya yang ada di jajaran kabinet.
Reshuffle kabinet yang menjadi hak prerogatif Presiden itu memang mendesak dilakukan bukan saja karena ada dua pembantunya harus menjadi ‘pasien’ lembaga anti rusuah itu, tetapi juga disebabkan Kinerja KIM memang biasa-biasa saja.
Bahkan, jelas pria ini, kata biasa-biasa saja tersebut memang sudah sering diungkapkan Jokowi dalam berbagai pertemuan termasuk dalam sidang kabinet. Jokowi tak menyukai yang biasa-biasa saja, selalu menginginkan yang luar biasa agar tujuan dapat dicapai dengan maksimal. Agar KIM menjadi luar biasa, maka diperlukan penggantian pimpinan beberapa kementerian, selain tentunya menteri KKP dan menteri sosial.
Selain jabatan Menteri KKP dan Mensos yang kosong harus segera diisi, Menteri lain yang layak diganti pimpinannya adalah Kemenkominfo, Kemendikbud, Kemenkumham, Kemenkop dan UMKM, Perindustrian, Kemenkes, Kemenaker, Mentan serta Menritek.
Selain itu, wakil-wakil menteri juga perlu dilakukan evaluasi. Kementerian yang ada wakil menterinya, tapi kinerja kementeriannya biasa saja, sebaiknya ikut di reshuffle. Bahkan demi penghematan anggaran negara yang nota bene adalah uang rakyat, dalam kondisi rakyat susah seperti sekarang, sebaiknya semua wakil menteri ditiadakan mengingat selama ini tidak diketahui kinerjanya.
Menteri yang akan diangkat sebaiknya yang profesional, memiliki trust, integritas dan sense of crisis. Aspek sense of crisis ini tampak kurang dimiliki para menteri saat ini. Sense of crisis perlu dimiliki setiap menteri mengingat ke depan Indonesia dan dunia masih dalam ketidakpastian. “Tanpa sense of crisis, sang menteri akan sulit menditeksi krisis sejak dini, termasuk kemampuannya untuk mengatasi krisis,” kata dia.
Para menteri yang akan masuk ke KIM juga perlu mendapat masukan dari KPK. Hal ini diperlukan agar para menteri yang mendampingi Jokowi nantinya tak lagi terjerat korupsi. Itu juga sebagai bukti komitmen Jokowi dalam memberantas korupsi. Sungguh ironis bila teriak berantas korupsi, tapi orang sekitarnya yang melakukan korupsi.
Bila memilih menterinya yang profesional, memiliki trust, berintegritas, dan punya sense of crisis, akan diperoleh Kabinet Indonesia Maju yang luar biasa. Ini hanya dapat dicapai bila Jokowi tidak banyak di intervensi partai pengusung. “Kita tunggu, apa benar Jokowi tidak punya beban dalam memilih menteri. Buktikan dengan segera mengumumkan reshuflle kabinet yang bukan biasa-biasa saja,” demikian Muhammad Jamiludin Ritonga. (akhir)