Jakarta — Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdhani menilai negara dalam hal ini Menteri Keuangan pelit dan kurang peduli kepada pekerja migran. Devisanya dipungut tapi tidak mau membiayai pelatihan pekerja migran segingga banyak bermunculan pekerja migran ilegal.
”Coba kalau Menteri Keuangan tidak pelit dan mau membiayai pelatihan pekerja migran, pasti kita bisa memberantas mafia dan tidak ada lagi pekerja migran ilegal, ”kata Benny saat menjadi narasumber dalam dalam Dialektika Demokrasi dengan tema ‘Upaya Pemerintah dan DPR RI Lindungi Pekerja Migran dari Kekerasan’ di Media Center Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (16/6/2023).
Padahal dalam Undang-undangnya jelas disebutkan kalau tidak ada biaya yang dikenakan kepada calon pekerja migrab dalam mendapatkan pelatihan dan pengurusan dokumen. Tapi kenyataannya mereka harus mengeluarkan banyak biaya. Bahkan sanpai jual barang yang ada di rumah untuk menutupi biaya untuk bekerja di luat negeri.
”Dari sinilah banyak bermunculan mafia, cukung dan tekong dan pekerja migran ilegal, ”kara Benny.
Lebih jauh Benny mengatakan tak ada peningkatan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) Pekerja Migran Indonesia atau PMI. Yang ada menurut dia, adalah pembiaran negara terhadap ‘mesin devisa’ negara itu sejak lama.
“Negara seperti tak berdaya menghadapi para mafia, bandar, sindikat dan tekong PMI tersebut, karena perputaran uangnya sangat besar,” ungkap Benny.
Karena itu, dia minta agar DPR RI bersama pemerintah merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO, mengingat gugus tugas yang diamanatkan masih mandul. Padahal, tidak ada yang tak bisa diselesaikan selama semua pihak komitmen kepada merah putih.
Dari semua kasus TPPO dan kekerasan PMI di luar negeri adalah ilegal. Tapi, sekarang ini negara tetap hadir, meski BP2MI harus menanggung biaya sendiri. Misalnya dalam penggrebekan PJTKI ilegal dalam rangka mencegah PMI tersebut,” ujarnya
Menurut Benny, setidaknya dalam rentang 2007-2017 ini terdapat 5,4 juta orang yang berangkat ke luar negeri dan 80% adalah perempuan. Selain eksploitasi seksual, kekerasan fisik, ada yang dieksploitasi kerja selama 20 jam, banyak yang tidak digaji karena di bawah kendali jaringan para mafia internasional.
BP2MI mencatat setiap tahunnya ada sekitar 270.000 orang PMI, BP2MI telah melakukan 46 kali penggrebekan PJTKI ilegal, ada sebanyak 311.320 orang di 79 negara yang akan diberangkatkan secara ilegal.
Padahal, kalau pemerintah bisa membiayai per orangnya Rp30 Juta, hanya butuh Rp810 Miliar, dan mereka bisa berangkat secara legal prosedural. Kita saja punya utang Rp2,5 Miliar per tahun ke RS Polri dalam menangani korban PMI ini, dan saya yakin tak ada RS yang mau memfasilitasi kalau utang terus-menerus seperti ini. Tak ada yang peduli PMI,” demikian mantan Anggota DPD RI Benny Rhamdhani.
Sementara itu anggota komisi IX DPR Dr Kurniasih Mufidayati M.si mengatakan untuk memberantas mafia pekerja migran tidak bisa dilakukan oleh satu lembaga. Semua harus bekerja sama dan berkolaborasi.
”Disinilah kehadiran negara ya diperlukan yang bisa berkolaborasi dengan berbagai stakeholder yang lain,”katanya.
Jadi memang pemerintah ini harus meningkatkan perlindungannya terhadap teman-teman pekerja migran Indonesia yang spesial untuk teman-teman perempuan. (ar)