SURABAYA – beritalima.com, Ali Shodiqin, kepala SMP Lab School Surabaya, didudukan sebagai pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas kasus pencabulan atau pelecehan seksual dan penganiayaan pada sejumlah anak didiknya.
Persidangan yang dipimpin hakim R Anton Widyopriyono diruang Tirta 1 mengagendakan pembacaan surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Novan Afrianto.
“Hari ini pembacaan surat dakwaan penuntut umum, apa saudara sehat,” kata hakim Anton pada terdakwa Ali Shodiqin saat membuka persidangan, Rabu (11/12/2019).
Usai menyatakan dirinya sehat, hakim mempersilahkan JPU Novan Afrianto untuk membacakan surat dakwaanya.
“Silahkan pak jaksa untuk membacakan surat dakwaanya,” ujar hakim Anton.
Dalam surat dakwaanya, JPU Novan membeberkan peristiwa pencabulan dan penganiayaan yang dilakukan terdakwa Ali Shodiqin pada 5 siswanya.
“Bahwa perkara ini bermula ketika dilakukan pemeriksaan psikologi terhadap 21 anak, beberapa diantaranya telah menjadi korban pelecahan seksual oleh terdakwa,” terang JPU Novan saat membacakan surat dakwaannya.
Dari 5 korban, satu korban menjadi korban penganiayaan terdakwa. Sedangkan 4 lainnya mengalami pelecehan seksual dengan cara terdakwa meremas kemaluan korban.
“Korban merasa ketakutan karena adanya ancaman dari terdakwa, dengan mengancam akan tidak dinaikkan kelas dan dikeluarkan dari sekolah apabila tidak mau menuruti kemauan terdakwa,” terang JPU Novan.
Atas perbuatan tersebut, JPU Novan mendakwa terdakwa Ali Shodiqin dengan pasal berlapis. Yakni melanggar Pasal 80 Jo Pasal 76 C UU dan Pasal 82 Jo Pasal 76 E Tentang Perlindungan Anak dan melanggar Pasal 28 ayat (1) Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Usai pembacaan dakwaan, terdakwa yang didampingi penasehat hukum dari Diskum Lantamal TNI AL mengaku akan mengajukan eksepsi.
“Kami ajukan ekspepsi,” ujar terdakwa yang disambut ketukan palu hakim Anton sebagai tanda berakhirnya persidangan.
Terpisah, Terdakwa Ali Shodiqin menyatakan semua dakwaan JPU tidak benar. Ia membantah sangkaan pencabulan tersebut.
“Semuanya bohong, peristiwa itu tidak pernah ada. Nanti aja akan dijelaskan di eksepsi,” pungkasnya saat dikonfirmasi usai persidangan.
Sementara Wulansari, salah satu orang tua korban berharap agar terdakwa diberikan hukuman setimpal.
“Untuk memberikan efek jera pada terdakwa. Kalau anak saya menjadi korban penganiayaan, inisialnya A,” tandasnya saat dikonfirmasi di PN Surabaya.
Saat ditanya apakah ada masih ada trauma yang dialami anaknya dan para korban lainnya, Wulansari mengaku para korban telah dilakukan hilling untuk menghindari peristiwa yang sama dari pelaku yang berbeda.
“Saya berharap agar korban korban yang lainya untuk berani melapor untuk menegakan keadilan,” pungkasnya. (Han)