Kepemimpinan Global di COP30: Aksi Nyata Menuju Net Zero Emission dan Ekonomi Hijau yang Inklusif

  • Whatsapp

“Indonesia datang ke Belém bukan sebagai penonton, tetapi sebagai penggerak. Kami membawa kebijakan, kemitraan, dan target yang terukur untuk memastikan transisi energi yang adil, berkelanjutan, dan menguntungkan bagi rakyat”

Brasil | beritalima.com – Arah besar Indonesia dihadapan Kepala Negara, Hasyim S. Djojohadikusumo Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi mewakili Presiden Prabowo Subianto atas aksi iklim global pada United Nations Climate Change Conference (COP30) di Belém, Brasil, pada Kamis (6/11/2025). Aksi itu dipimpin Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup.

Forum itu dijuluki “COP of Truth” Indonesia hadir membawa bukti nyata: kebijakan konkret, target terukur, dan aksi lapangan yang menunjukkan kepemimpinan dengan keteladanan (leading by example). Memperkuat komitmen global dengan Second Nationally Determined Contribution (SNDC) yang menurunkan proyeksi puncak emisi 2030 secara signifikan melalui dua skenario Low Carbon Compatible with Paris Agreement (LCCP) dengan penurunan hingga 17,5 persen.

“Target jangka menengahnya ialah penurunan emisi sebesar 1,258 GT CO₂e (low) dan 1,489 GT CO₂e (high) pada 2035, menuju Net Zero Emission 2060 atau lebih cepat, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045,” ujar Hasyim dihadapan Kepala Negara dunia.

Lanjutnya, Pemerintah menegakkan fondasi kebijakan melalui dua regulasi strategis: Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan (Waste-to-Energy) dan Perpres Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan
Instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional (NEK), yang menjadi pilar pembiayaan dekarbonisasi dan pengendalian emisi nasional.Menteri LH/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq menegaskan arah transformasi tersebut.

“COP30 menjadi momentum untuk membuktikan bahwa pembangunan hijau tidak hanya mungkin, tetapi juga menguntungkan. Indonesia membangun kepemimpinan dari aksi nyata, bukan sekadar janji,” ujarnya.

Di panggung Belém Climate Summit, Indonesia menunjukan komitmen yang nyata melalui hasil dan inovasi:
•Penurunan deforestasi tahunan hingga 75% sejak 2019, disertai restorasi 950.000 hektare lahan dan gambut terdegradasi;
• Pengakuan 1,4 juta hektare hutan adat untuk masyarakat lokal sebagai bentuk keadilan sosial-ekologis;
•Program FoLU Net Sink 2030 dengan target penurunan 92–118 juta ton CO₂.
•Peningkatan energi terbarukan menjadi 23% pada 2030, dengan penghentian investasi pembangkit batu bara baru sejak 2023 dan percepatan decommissioning Pembangkit Listrik Tenaga Uap lama; dan
•Mobilisasi investasi karbon lintas sektor hingga USD 7,7 miliar per tahun melalui pasar karbon domestik dan Mutual Recognition Agreements (MRA) dengan Jepang, Gold Standard, dan Verra.

Indonesia juga melaporkan kesiapan menyampaikan NDC generasi ketiga yang lebih ambisius, inklusif, dan berbasis bukti, sebagai refleksi satu dekade implementasi Paris Agreement. Kerangka pengukuran, pelaporan, dan verifikasi (MRV) kini mencakup 93% dari total emisi nasional, selaras dengan SDGs dan hasil Global Stocktake pertama.

Indonesia juga memperkuat posisi sebagai negara megadiversitas yang mengintegrasikan perlindungan hutan dan laut. Pemerintah menegaskan komitmen untuk menghentikan deforestasi pada 2030, memperluas restorasi hutan tropis, memperkuat kerja sama dengan Tropical Forests Forever Fund (TFFF), serta meluncurkan inisiatif Call to Action on Integrated Fire Management untuk pengendalian kebakaran hutan berbasis teknologi dan komunitas.

Indonesia juga memimpin seruan global perlindungan ekosistem laut melalui blue carbon initiative, penurunan polusi laut (marine litter dan mikroplastik), serta penguatan ketahanan pesisir dan ekonomi maritim berbasis masyarakat.Presiden Republik Federasi Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva, selaku uan rumah COP30, memuji komitmen negara-negara hutan tropis seperti Indonesia yang menampilkan tindakan nyata.

“Tahun 2024 adalah pertama kalinya suhu rata-rata bumi melampaui 1,5°C. Namun kita tidak boleh menyerah. Inilah saatnya berani menghadapi kenyataan dan bertindak demi kebaikan bersama,” ujar Lula, menekankan bahwa keadilan iklim adalah sekutu dalam perjuangan melawan kemiskinan dan ketimpangan.Senada, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengingatkan dunia agar berpindah dari wacana ke aksi.

“Tidak seorang pun bisa bernegosiasi dengan hukum fisika. Pilihlah untuk memimpin, atau kita akan dipimpin menuju kehancuran. COP30 harus menjadi titik balik—saat dunia memilih tindakan, bukan penundaan,” tegas Guterres.

Dalam penutup pernyataannya, delegasi Indonesia menyerukan agar dunia beranjak dari negosiasi menuju transformasi nyata, dengan semangat gotong royong—mutirão—untuk warisan iklim yang adil, ambisius, dan berkelanjutan.

“Keadilan iklim berarti memastikan tak ada yang tertinggal. Indonesia siap memimpin dengan memberi teladan—memadukan kebijakan, sains, dan nilai sosial untuk masa depan yang lebih baik,” tutup Menteri Hanif.

Rangkaian pertemuan Konferensi Perubahan Iklim 2025 di Brasil telah dibuka dengan pertemuan Belém Climate Summit yang dihadiri oleh 27 kepala negara sejak tanggal 6 – 7 November 2025, dan akan dilanjutkan dengan agenda pertemuan lainnya yang berlangsung sejak 10 – 21 November 2025. Pavilion Indonesia sendiri akan resmi dibuka pada tanggal 10 November 2025 oleh Menteri LH/Kepala BPLH.

Jurnalis : Dedy Mulyadi

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com

Pos terkait