Mojokerto | beritalima.com – Ketua Tim Ekskavasi Situs Kumitir Wicaksono Dwi Nugroho dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jawa Timur di Trowulan. Kembali menggali situ pada tahap IV selama 22 hari mulai 6 – 30 September 2021 dengan tetap melibatkan warga sekitar Dusun Bendo, Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Penggalian tidak lepas dari tenaga ahli dan teknis pada tahun ketiga ini sejak 2019, menemukan titik terang yaitu menemukan Keraton Kerajaan Majapahit seluas 6 hektar di atas 32 petak lahan warga yang disebut sebut ketua tim Ekskavasi dari sisi timur atau istana timur akibat tertimbun tanah longsor.
Wicakasono pun menjelaskan bahwa 6 hektar itu panjangnya 316 meter² dari barat ke timur sedangkan lebarnya 203 meter² dari utara ke selatan. “Benteng Kumitir ini bagian depannya itu di sisi barat sedangkan bagian belakangnya di sisi timur kemudian ada bangunan utama yang kita sebut di sektor A, B, V, dan D,” jelas Wicak biasa panggilan akrabnya, Jum’at (24/9/2021)
Penggalian yang dianggarkan Pemprov Jatim tersebut dikerjakan sejak tahun 2019 dimulai dari penggalian sisi timur hingga menemukan struktur bata dan menemukan benteng kendati pojok benteng sisi timur laut bagian atasnya sudah hilang tapi masih menemukan jejak yang cukup jelas pada bagian pojok benteng timur laut.
“Kita juga sudah membuka tahun 2020 itu di pojok benteng Tenggara tapi kondisi batanya sudah hancur lalu tahun 2020 dan 2021 kita membuka lagi ekskavasi situs di bangunan utama sektor A B C dan D,” ungkapnya.
Bulan September tahun 2021 ini katanya jelas tampak dari siai barat walaupun sebagian beberapa titik sudah ditemukan tahun 2020 lalu. Namun berdasarkan hasil ekskavasinya menemukan banyak data menarik terkait benteng keliling Situs Kumitir seluas 6 hektar itu. Masyarakat Kumitir tahun 1985/86 sudah mengetahui keberadaan struktur besar Kumitir.
“Nah ketika itu mereka (masyarakat) belum tahu diambil batanya buat bikin pagar bikin pagar, bikin mesjid, bikin pengerasan jalan,” ujarnya.
Ironisnya walaupun lokasi artefak Situs Kumitir pernah dibongkar dan diurug lagi oleh masyarakat. Tim ekskavasi tidak kehilangan jejak yakni tanahnya terlihat dan bekas batanya tidak beraturan atau banyak lpecahan bata (trowol). Hingga akhirnya tim ekskavasi situs menilai sama tingginya seperti struktur bata yang disebelah kanan setelah mengetahui datanya banyak yang hilang.
“Ini sebenarnya bukan tanah asli ini sudah pernah digali untuk pembuatan bata. Tanah aslinya berada 1,5 meter diatas. Nah Tanah asli yang belum pernah tergali yang kita lihat di sebelah timur itu kurang lebih selisihnya satu setengah meter,” tandasnya.
Temuan yang disisi barat dengan yang ada disisi timur ungkapnya, selisihnya 2,5 meter modelnya trap berundak – undak tinggal mencari undakan bagian tengahnya sedangkan bagian depan benteng Kumitir terlihat megah menurut analisanya.
Lanjut Ketua Tim Ekskavasi Situs Kumitir dari BPCB Jawa Timur – Trowulan, sejarah Kumitir muncul dari Negara Kertagama, Pararaton, dan Wargasari. Kumitir itu disebutkan Wicaksono, tempat pendharmaan (pemakaman) dari Narasinghamurti atau Mahesa Cempaka yang meninggal setelah tidak lama Whisnuwardana (Raja Tumapel) meninggal kurang lebih tahun 1286 masehi masih abad ke – 13.
“Narasinghamurti atau Mahesa Cempaka (anak Ken Arok dan Ken Dedes) kalau di pararaton disebut didharmakan dicandikan di Kumitir. Kalau di Negarakretagama disebut di arcakan sebagai Siwa di Kumitir,” tuturnya.
Ditegaskan Wicak pertama menemukan sebelah timur yang diduga sebagai komplek percandian Mahesa Cempaka. Dugaan pertama merupakan tempat pendharmaan dari Narasinghamurti atau Mahesa Cempaka itu. Yang kemudian hasil hipotesanya menemukan dinding seluas 6 hektar hingga menjadi pertanyaannya bagi dirinya. “Pertanyaannya candi apa seluas enam hektar itu,” tukasnya.
Lanjut Wicak dipelajari lagi dari peta rekonstruksi Stutterheim, berdasarkan Kertagama kemudian peta rekonstruksi dari Pijeaud lalu berdasarkan peta rekonstruksi Macklaine Pont. Dari peta rekonstruksi Stuterheim diduga dari sebelah timur itu merupakan istana dari Bhre (Raja) Wengker dan Rani Daha.
“Kita cari lagi di Negara Kretagama benar ternyata di timur ada berdiri istana ajaib Bhre Wengker dan Rani Daha,” ungkapnya.
Setelah membuka kembali peta Stutterheim dan Pijeaud dan Negara Kretagama berusaha memahami ada 2 istana megah di wilwatiktapura Majapahit yakni istana barat dan istana timur. Ketika Tribhuwana Tungga Dewi anak sulung dari Gayatri dan Raden Wijaya naik tahta menggantikan Jayanegara.
Gayatri memiliki dua anak yaitu Tribuana Tunggadewi dengan Raja Dewi atau yang kemudian disebut Rani Daha atau Bhre Daha. Tribuana kemudian menikah dengan Bhre Tumapel kemudian Tribuana diangkat menjadi Ratu atau Raja Majapahit.
“Rani Daha punya hak yang sama karena adiknya, supaya tidak kebagian kekuasaan dan tidak saling berantem dibuatkanlah istana. Jadi kemudian ada konsep istana barat dan istana Timur untuk kakak beradik begitu juga ukurannya kurang lebih sama,” terangnya.
Tribuana punya anak bernama Hayam Wuruk bertempat di Istana Barat (istana utama) dan adiknya Raja Dewi dibuatkan istana sendiri juga. Dengan demikian disimpulkan Wicaksono, bila Kumitir itu istana timur bisa mencari istana barat namun sampai saat ini masih menyelesaikan Situs Kumitir lebih dulu.
Setelah mengundang ahli geologi, Dr. Amin Widodo, berdasarkan stratigrafinya, pernah terjadi bencana alam besar dari gunung Anjasmoro dan terjadi longsor ke arah utara baik jalur barat maupun jalur timur semuanya menuju Kumitir.
“Kemudian pararaton menyebutkan ada bahasa kiasan hilang sirna kertaning bumi (hilang oleh ketelan bumi) terjadi bencana yang luar biasa yang terjadi pada masa Majapahit yang menenggelamkan Kota,” tuturnya.
Masih dijelaskan Wicaksono berdasarkan pertanyaan para ahli sejarawan arkeolog, bahwa kerajaan Majapahit dinilai begitu besar tapi belum menemukan keratonnya. Namun setelah tahun ketiga penggalian Situs Kumitir tahun 2021 ini, keraton ternyata tertimbun tanah.
“Mungkin kejadian itu setelah paregrek, perang saudara Majapahit hingga terpecah belah ditambah bencana besar yang menimbun keraton tersebut,” pungkas Wicaksono.
Reporter : Dedy Mulyadi