SURABAYA, beritalima.com | Sabtu, 17 November 1945 malam, di Stasiun Surabaya Gubeng sisi barat. Gelap gulita. Hanya temaram lilin yang jadi penerang utama di dalam stasiun.
Dalam suasana seperti itu, ditambah dengan ancaman tembakan mortir dan meriam tentara Inggris, kesibukan berlangsung. Hilir mudik para pejuang memandu rekan-rekannya yang telah jadi korban pertempuran di Surabaya.
Juga, tampak pula beberapa tenaga kesehatan yang disamping memapah korban yang masih bisa tertatih-tatih sambil membawa perlengkapan Chirug dan alat-alat kesehatan.
Para pejuang tersebut mengevakuasi para korban pertempuran dari Rumah Sakit Simpang (sekarang Delta Plaza) ke Stasiun Gubeng, menaikkan ke gerbong kereta api, untuk selanjutnya berangkat ke arah selatan menuju daerah aman.
Kepanikan yang terlihat samar-samar di Stasiun Surabaya Gubeng itu tidak cuma semalam, tapi tiap malam mulai pukul
19.00 hingga pukul 02.00 dini hari sampai Selasa, 20 November 1945.
Stasiun Surabaya Gubeng, yang kini telah banyak perubahan, menjadi saksi kunci pertempuran besar 79 tahun silam. Dari stasiun ini, total sekitar 3.000 korban pertempuran dan pasien RS Simpang yang dievakuasi ke luar kota dengan kereta api revolusi.
Memperingati Hari Pahlawan, sejarah itu direka ulang oleh KAI Daop 8 Surabaya bersama komunitas Begandring Surabaya dalam bentuk teatrikal berjudul “Kereta Api Terakhir Surabaya”, di Stasiun Surabaya Gubeng sisi barat.
“Pada hari ini, Minggu (17/11/2024), kita melakukan reka ulang peristiwa yang benar-benar terjadi di Surabaya, di tanggal yang sama 79 tahun lalu,” kata Executive Vice President KAI Daop 8 Surabaya, Wisnu Pramudyo.
Dikemukakan, reka ulang ini dilakukan untuk menghormati jasa besar Jawatan Kereta Api dan Tenaga Kesehatan yang jadi pelaku sejarah tersebut. Selain itu, untuk mengenalkan nilai-nilai perjuangan dan patriotisme warga Surabaya saat terjadinya perang di Kota Surabaya pada waktu itu.
Teatrikal ini melibatkan 100 orang komunitas Begandring dan 200 orang pekerja Daop 8 Surabaya. “Teatrikal ini menceritakan aksi penyelamatan sekitar 3.000 korban dan pasien RS Simpang ke luar Kota Surabaya, dan menjadikan Stasiun Surabaya Gubeng sebagai titik tolak keberangkatan,” terangnya.
Menurutnya, aksi teatrikal ini untuk menyampaikan pesan moral kepahlawanan para pejuang Kota Surabaya kepada calon pelanggan KA yang saat ini didominasi oleh Generasi Milenial maupun Gen-Z.
“Kereta Api Terakhir Surabaya bukan hanya sekedar drama sejarah, tetapi juga sebuah refleksi tentang keberanian, solidaritas, dan perjalanan para Pejuang dari Kota Surabaya dalam menghadapi ketidakpastian dan kesulitan,” tutup Wisnu. (Gan)
Teks Foto: Peristiwa sejarah 17 November 1945 di Stasiun Surabaya Gubeng, direka ulang dalam bentuk teatrikal, Minggu (17/11/2024).