JAKARTA – Libur panjang beberapa waktu yang lalu mendorong masyarakat untuk bepergian ke luar daerah. Salah satu situasi yang mungkin terjadi yaitu adanya kerumunan warga di ruang publik, seperti di taman atau tempat wisata lain. Mereka yang berada di kerumunan itu berisiko tertular virus penyebab COVID-19.
Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Atik Choirul Hidajah mengatakan, pergerakan manusia dapat berpengaruh pada penyebaran COVID-19. Pergerakan manusia seperti yang terjadi pada hari libur dapat meningkatkan risiko penularan.
“Ada tren kenaikan ekstrem pada HUT RI kemarin. Tren menunjukkan peningkatan risiko yang sangat besar. Perlu dibandingkan pola mobilitas ini dengan kenyataan,” ujar Atik saat berdialog melalui ruang digital, Selasa (25/8).
Ia mengatakan, setiap individu perlu untuk menerapkan _physical distancing_ dan tidak berkerumunan. Menurutnya, menjaga jarak atau _physical distancing_ bertujuan untuk memberi jarak secara fisik sehingga kerumunan tidak terjadi. Ini bertujuan untuk menghindari risiko terpapar droplet dari orang di sekitar.
Pada kesempatan itu, Atik menambahkan bahwa dilihat dari libur panjang, sampai dengan 23 Agustus kemarin, ada tren meningkat pergerakan masyarakat di sekitar rumah. Ia berpendapat bahwa setiap orang harus disadarkan apa yang harus dilakukan sehingga membantu untuk ikut memutus rantai penularan.
“Ini yang harus kita lakukan. Kita tidak patuh pada upaya tadi maka risiko penularan yang akan terjadi,” pesannya.
Sementara itu, Pecalang Bali I Made Sudiarta menyampaikan suasana di wilayahnya selama waktu libur yang lalu belum ada pergerakan yang signifikan baik dari pendatang maupun penduduk lokal.
“Jadi yang sudah saya lihat selama ini tidak terlalu banyak pergerakan dari kerumunan dari masyarakat baik itu dengan pariwisata yang datang dan tidak seperti yang sebelumnya,” ucapnya melalui ruang digital.
Ia menceritakan pecalang juga berkontribusi dalam memutus rantai penyebaran COVID-19 dengan memberikan imbauan dan edukasi mengenai protokol kesehatan kepada masyarakat sesuai dengan anjuran pemerintah. Made mengatakan, para pecalang atau petugas adat Bali selalu menyampaikan kepada warga yang bepergian dari rumah untuk menggunakan masker di mana pun mereka berada, terutama di tempat-tempat umum, seperti lapangan.
“Kita juga sampai pantau sampai malam itu di lapangan, tidak terlalu banyak berkerumun dan kita tetap mengedukasi harus memakai masker,” jelasnya.
Dalam menghadapi bertambahnya wisatawan di Bali, Made menjelaskan hal-hal yang harus dilakukan ketika ada pendatang seperti wajib lapor, pendataan, melakukan rapid test dan juga menerapkan protokol kesehatan di tempat wisata.
“Kedatangan domestik kan sudah mulai banyak nih di Bali, jadi semua obyek wisata sudah menyiapkan protokol kesehatan dan dibantu juga dengan pecalang-pecalang yang ada di desa itu masing-masing”, imbuhnya.
Made menambahkan belum adanya sanksi tegas bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan, namun dalam melakukan penertiban para pecalang berkoordinasi dengan berbagai pihak.
“Kita juga berkolaborasi dengan TNI, Polri, Pol PP, dishub, dan juga kalo di dinas kan ada juga Linmas kita tetap kolaborasi semua, jadi saling memberitahu dan edukasi sama-sama,” ujar Made.
Menutup dialog, Atik mengimbau masyarakat untuk sadar akan pentingnya memutus rantai penularan COVID-19 dan berusaha bersama-sama untuk mengendalikan pandemi. “Setiap orang ini harus disadarkan ya, harus disadarkan apa yang harusnya dilakukan untuk dapat berbuat mencegah atau ikut memutus rantai penularan tadi. Ini menjadi sesuatu yang penting,” tutup Atik.