SURABAYA, beritalima.com – Viral! Video dan foto yang menunjukkan pemadaman lampu di beberapa kabupaten kota Jawa Timur di berbagai laman sosial media pada 4/7/2021. Beberapa wilayah yang memperlihatkan suasana gelap akibat lampu jalan tidak dinyalakan adalah Kediri, Bangkalan, Sumenep, dan Malang. Tak ayal, hal ini disesalkan banyak pihak. Tak terkecuali para aktivis perempuan.
Shofi Shofiyah diantaranya. Warga Bangkalan yang juga pengurus Laskar Nusantara, melalui laman sosial medianya (5/7), turut bersuara menunjukkan keprihatinannya.
“Mengapa lampu jalan harus dimatikan? Situasi PPKM harus didukung dengan terciptanya suasana aman, tenang, dan nyaman bagi masyarakat. Jangan sebaliknya. Saya sebagai warga, khawatir ini akan menimbulkan masalah baru jika tidak disikapi dengan bijak. Terlebih persoalan mencegah kriminalitas.
Reaksi lainnya disampaikan oleh Sri Haryati dari APKLI ( Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia) DPW Jawa Timur.
“Kita semua pasti mendukung upaya pemerintah menekan lonjakan Covid 19. Namun, tolong membantu kami yang di bawah ini, untuk mendapatkan ketenangan. Terlebih bagi kawan-kawan PKL, semoga ada upaya solutif agar mereka tetap mampu bertahan di situasi sekarang. Tidak semua kawan PKL melek digital karena selain faktor usia, banyak yang memang dari lapisan menengah bawah.”
Haryati juga menambahkan, bahwa meskipun tanpa pemadaman lampu jalan, pemberlakukan jam malam telah memberikan dampak pada keleluasaan akses usaha wong cilik, terutama PKL, yang sebelumnya mengais rezeki dengan menjajakan makanan di malam hari.
Sedangkan Umiyati, yang merupakan pengurus Perempuan Tani HKTI Jawa Timur, menyayangkan pemadamkan lampu jalan di beberapa wilayah.
“Suasana PPKM ini tolonglah jangan dibuat mencekam. Masyarakat sudah pintar semua, sudah patuh. Kalau dilarang, yah tidak akan dilanggar. Yang dibutuhkan sekarang kebijakan persuasif yang merangkul masyarakat dan terus menumbuhkan ketenangan serta semangat hidup sehat.
Hal tersebut juga disayangkan oleh aktivis perempuan Dr. Lia Istifhama yang pada tahun 2020 meraih penghargaan sebagai Tokoh Peduli Covid oleh ARCI akibat intensitasnya turun membagikan masker bersama komunitasnya.
“Meski saya bukan warga di wilayah tersebut, tapi saya berharap para kepala daerah setempat mengutamakan rasa humanity, rasa kemanusiaan. Karena namanya orang hidup, bisa jadi di malam hari mereka menerima musibah kecelakaan atau lainnya yang mengharuskan mendapat pertolongan di Rumah Sakit saat itu. Belum lagi ancaman kriminalitas dan sebagainya. Selain persoalan Covid 19, persoalan pelecehan seksual sangat harus menjadi perhatian.”
Bukan hanya terkait pemadaman lampu jalan, Ning Lia pun menambahkan keprihatinan beberapa IGD yang tutup saat ini. “Sebenarnya, warga sudah pintar semua kok. Kalau tidak sakit nemen, tidak mungkin ke rumah sakit.”. Ning Lia pun menceritakan bahwa dirinya pernah menemui kisah bahwa seorang warga mengalami luka-luka akibat kecelakaan namun memilih mengobati sendiri karena takut ke rumah sakit.
“Kejadiannya begini. Seorang warga mengalami kecelakaan, dia jatuh dan muka terbentur jalan. Pas satu hari sebelum lebaran Idul Fitri. Karena jelang lebaran suasana dianggap mencekam, warga ini memilih pulang dan berobat sendiri, padahal darahnya banyak. Saya dapat ceritanya dua hari kemudian dan kemudian mencoba membantu warga tersebut untuk mendapat perawatan medis yang layak. Yang saya getunkan (sesalkan), bahwa dua hari menahan sakit, itu rasanya nelongso banget dengernya. Apalagi saat itu hari lebaran,” pungkasnya.
Selain para aktivis perempuan, PPKM yang ‘berbuah’ pemadaman lampu jalan memang mewarnai laman sosial medis dan memancing cibiran para netizen. Diantaranya seperti yang diunggah dalam salah satu grup Facebook oleh akun VBN, warga Malang.
Dalam unggahan tersebut disampaikan:
‘Mbok ya gak ada opsi lain selain pemadaman? Koyo jaman Jepang ae. Engkok salah salah “lumbung padi kerampokan”. Tidak semua seberuntung bapak dan jajaran yang malem sudah duduk di rumah atau di kantor lo yo. Ada yang mengais rupiah di jalan. Ya jika kami tak terpaksa, kami juga memilih duduk di rumah sambil makan kuaci sampe mulut njarem. Ini masih belum hujan, jika hujan, sudah jalan gelap tak keliatan jelas, lampu jalan dimatikan. Doa ayat kursi wolak walik sek tetep kalah karo jeglongan banjir pak.’ (red)