Oleh: Saiful Huda Ems.
Masih ingat dengan orasi AHY beberapa hari lalu yang mencatut 11 nama Universitas dan nama-nama Mahasiswa yang diklaimnya telah mendukung Partai Demokratnya SBY dan AHY? Ya, orasi serampangan AHY yang sangat nampak jelas hendak membenturkan Kampus dan Mahasiswanya dengan Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin serta Kepala Staf Presiden Dr. Moeldoko. Orasi AHY yang asal-asalan, emosional, tanpa pikir panjang dan penuh intrik politik yang tidak malah menjadikan rakyat atau mahasiswa ibah, menaruh belas kasihan padanya setelah terlempar dari posisinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat oleh Sang Reformis Kontemporer Dr. Moeldoko, melainkan malah berbuntut panjang dengan turunnya mahasiswa ke jalanan, mengepung Kantor DPP Partai Demokrat untuk memaksa AHY keluar dan mengklarifikasi pernyataannya !. Mahasiswa itu turun ke jalan karena tidak terima nama kampusnya dicatut oleh AHY, dan yang diklaimnya mendukung Kepemimpinan AHY di Partai Demokrat.
Masih ingatkah pula dengan manuver politik AHY yang mendatangi JK di rumahnya dengan alasan sedang ingin bersilaturrahmi dan ingin berdiskusi soal situasi kebangsaan, namun sesungguhnya tak lebih hanyalah kelanjutan dari sebuah episode skenario gerakan politik besar antara SBY, Gatot, JK dan Anies yang terus bernafsu untuk membenturkan rakyat, mahasiswa dengan Pemerintahan Jokowi setelah Gerakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang dimotori Gatot Nurmantyo gagal total dan berantakan? Bukan SBY, bukan Gatot, bukan pula JK dan wayangnya yang bernama Anies jika mereka mudah putus asa dan berhenti membuat gaduh negara sebelum nafsu berkuasanya tercapai. Banyak sekali rekam jejak politik mereka yang sangat jelas menampakkan wajahnya yang bermuka tebal atau istilah Jawanya “rai gedhek” (muka tembok) karena tidak pernah tau malu !.
SBY sudah dua kali jadi Presiden tapi sangat nampak berambisi ingin jadi Presiden kembali, meski dengan kata-katanya yang tersirat:”Setelah saya keliling safari politik ke daerah-daerah, saya temui banyak rakyat yang menginginkan saya jadi presiden kembali”. Gatot Nurmantyo, baru beberapa menit pensiun dari Panglima TNI langsung koar-koar mengajak rakyat melawan Pemerintahan Jokowi. JK sudah dua kali jadi Wapres dan pernah bolak-balik mau nyapres yang dimulainya dari Konvensi Capres Golkar 2004 hingga nyapres 2009 meskipun gagal terus, JK tak pernah kapok untuk terus berusaha manggung di pentas politik nasional. Anies meskipun sudah dipecat dari jabatannya sebagai menteri namun kemudian menjadi Gubernur yang gagal, tak berprestasi, tetap saja menampakkan ambisinya untuk menjadi Capres 2024.
Apabila kita lihat typical dari ke empat tokoh politik itu ternyata sama saja, kesemuanya paling gemar menyeret-nyeret agama, kampus dan mahasiswa ke pusaran politik yang menjurus pada radikalisme agama dan intoleransi. Itulah kenapa jika ke empat tokoh itu sudah berpolitik, suasana kebatinan kebangsaan kita menjadi tidak nyaman, dan yang ada hanyalah intrik dan kegaduhan saja. Dan ini menjadi lebih parah lagi ketika SBY yang semakin menua telah menularkan intrik, nepotisme dan democrazynya pada AHY dan Ibas, gawat !. Persekongkolan SBY, Gatot, JK dan Anies untuk membenturkan Islam, Kampus, Mahasiswa dan rakyat dengan Pemerintahan Jokowi dan Dr. Moeldoko sebagai Kepala KSP itulah yang harus kita semua hadang, karena jika tidak maka bangsa kita ini hanya akan menunggu detik-detik kehancuran !.
Paham radikalisme agama ini tumbuh subur semenjak SBY menjadi Presiden, dan membludak di masa Pemerintahan Jokowi karena oleh Pemerintahan Jokowi bunker-bunker persembunyian kaum radikalis itu mulai dibombardir dan dilenyapkan ! HTI dan FPI dibubarkan di masa Pemerintahan Jokowi, hingga SBY, Gatot, JK dan Anies kepanasan lalu terus menerus bermanuver politik dengan mencoba menggunakan tangan-tangan simpul pergerakan rakyat dan mahasiswa untuk menggeruduk Istana. Namun SBY, Gatot, JK dan Anies serta dua Pangeran Pepo lupa bahwa bangsa ini sudah lama belajar dari trauma hitam masa lalunya yang berlumuran darah, yakni di awal-awal kemerdekaan Indonesia, ketika agama hendak dibenturkan dengan ideologi negara, pemberontakan NII/DI TII dll.nya malah berakhir tragis karena ditumpas habis oleh TNI dan POLRI yang menyatu bersama rakyat !.
SBY, Gatot, JK, Anies dan dua Pangeran Pepo lupa, bahwa Mahasiswa merupakan presentasi dari kaum pemuda intelektual yang rasional dan independen, serta selalu cerdas membuat jarak antara Kampus dan Kekuasaan. Oleh sebab itulah mencoba membenturkan agama, kampus, mahasiswa dan rakyat dengan Pemerintah hanya akan berakhir dengan kesia-siaan. Karena itulah jangan pernah bermimpi untuk kembali mencoba-coba membawa persoalan konflik internal Partai Demokrat menjadi persoalan Agama, Kampus dan Rakyat ! Persoalan konflik internal Partai Demokrat adalah persoalan amarah dan pemberontakan para kader internal Partai Demokrat itu sendiri yang tidak sudi dipimpin pelarian Mayor yang masih bau kencur dalam pengalaman pilitiknya, serta persoalan pemberontakan kader internal Partai Demokrat yang tidak “bisa bernafas” karena seluruh celah demokratisasi partai ditutup oleh Sang Raja Diraja, Ketua Majelis Tinggi Partai yang membeton partai dengan Politik Dinastinya !.
Akhirnya saya hanya ingin berkata, jangan sekali-kali lagi mencoba membenturkan agama, kampus, mahasiswa dan rakyat dengan Pemerintahan Jokowi bersama Dr. Moeldoko sebagai Kepala KSP melalui kapitalisasi isue Kudeta Partai Demokrat, sebab itu hanya akan membuat mahasiswa dan rakyat semakin kompak dengan Pemerintahan Jokowi dan Kepala KSP nya lalu kalian malah yang akan disikat ! Biarkan kami rakyat tetap berdiri menjaga Indonesia dengan Pancasila yang Berbhineka Tunggal Ika agar rakyat semakin sejahtera. Dan jika SBY dan Gatot ingin memasangkan JK-AHY untuk Pasangan Capres-Cawapres R.I 2024 ya silahkan saja, asal lakukan dengan cara-cara yang tak melanggar Konstitusi Negara. Sapere aude !…(SHE).
26 Maret 2021.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.