Hari itu adalah Senin 21 Oktober 2019 pukul 11.01 Wib, seorang anak muda pengusaha sukses di bidang oline dipanggil presiden terpilih Joko Widodo. Orang cerdas itu bernama Nadiem Anwar Makarim, B.A, M.B.A yang lahir di Singapura 4 Juli 1984.
Keluar dari Istana Dia ( maaf ) beliau pulang naik ojek online sambil menjawab pertanyaan media “Saya tidak tahu masa lalu, tetapi saya tahu masa depan”
Dua hari setelah itu tepatnya tanggal 23 Oktober 2019 beliau dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang lebih populer dengan sebutan Mas Menteri
Tidak kalah menarik statemen dan pernyataan penyerta berikutnya dengan gebrakan program merdeka belajar, penghapusan UNBK, RPP satu lembar dan lain – lain, yang membuat dunia pendidikan Indonesia gegap gempita dengan visionernya.
Belakangan beliau meng create POP ( Program Organisasi Penggerak ), di dalamnya ada sekolah penggerak, ada kepala sekolah penggerak, ada Guru penggerak dan semua harus bergerak sesuai sasaran dan tujuan Organisasi Penggerak.
Paparan Program Organisasi Penggerak (POP), meroket cepat dan diikuti oleh berbagai organisasi yg bergerak dalam bidang pendidikan dengan persyaratan mengajukan proposal sebagai peserta POP dan diseleksi ” dengan ketat “
Dengan ” bonus ” yang ditawarkan berdasar katagori Gajah, Macan dan kijang, yang masing2 katagori diikuti besaran nominal bantuan dana. Sudah barang tentu akan linier dengan kapasitas dan kapabilitas organisasi peserta POP. Katagori Gajah bantuan dananya 20 milyar, katagori macan 5 milyar dan katagori Kijang 1 milyar
Saya perlu menulis kata Woow…..untuk hasil seleksi ini
Katagori Gajah yang bernominal Rp. 20 milyar justru dimenangkan oleh 2 ( dua ) organisasi pengikut hasil seleksi yang masih ” seumur jagung ” dalam penanganan pendidikan.
NU dan Muhammadiyah yang sudah menyelenggarakan pendidikan jauh sebelum Indonesia ada, bahkan lebiih juauuuh sebelum Mas Menteri ada, akhirnya mundur dari POP karena alasan rasa keadilan masyarakat dikalahkan oleh Sampoerna Foundation dan Tanoto Foindation yang baru lahir ” satu menit ” yg lalu jika diukur dari pengabdian NU dan Muhammadiyah di bidang pendidikan rakyat Indonesia.
Judul tulisan ini sengaja saya beri nama ketika seekor gajag 20 Milyar, saya hanya ingin menyampaikan pesan moral bahwa masih banyak Guru Honorer kita yg saat ini peras keringat dan banting tulang dengan upah dan honor yang masih jauh dari layak namun mereka tetap setia untuk mengabdikan dirinya dalam rangka mencerdaskan anak2 bangsa karena memang guru ASN kita sangat jauh dari cukup.
Sebagai guru dan Ketua PGRI Kabupaten Banyuwangi saya mendesak pada PB PGRI untuk membuat pernyataan sikap dan analisis context demi kenyamanan pendidikan di Indonesia.
Akhirnya saya menemukan pembenar bahwa Menteri Pendidikan Indonesia benar – benar tidak tahu masa lalu, saya berdoa semoga beliau tahu dan benar di masa depan. Dan untuk semua itu maka Meneteri Pendidikan harus belajar sejarah
Mari kita cerdas mennggunakan teropong masa depan, namun jangan tinggalkan spion untuk melihat masa lalu. (*)
Penulis : Sudarman
Kepala SMP Negeri 1 Giri Banyuwangi Yang Juga Ketua PGRI Kabupaten Banyuwangi