Ketua DPW PEKAT Ir.Suparman Romans Bersama Aktivis Desak Revisi Sistem Penerimaan Siswa Dii Sumsel

  • Whatsapp

PALEMBANG, BeritaLima.Com
Ketua DPW PEKAT Indonesia Bersatu Sumatera Selatan, Ir. Suparman Romans Bersama Aktivis Desak Revisi Sistem Penerimaan Siswa Di Sumsel

Polemik seputar sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) atau SPMB untuk jenjang SMA/SMK Negeri di Sumatera Selatan tahun 2025 semakin memanas. Koalisi Aktivis Menggugat SPMB 2025 menilai kebijakan Dinas Pendidikan Provinsi Sumsel bersifat diskriminatif dan tidak berpihak pada kebutuhan riil pendidikan masyarakat, terutama di Kota Palembang.

Tahun ajaran 2025 membawa tantangan baru dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) untuk seleksi masuk SMP dan SMA/SMK/MA di Indonesia.

Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang menitik beratkan pada sistem zonasi dan nilai rapor, kini pemerintah memperkenalkan Tes Terstandar sebagai komponen penting dalam proses seleksi, knususnya untuk jalur-jalur tertentu.
Perubahan ini mengundang perhatian publik dan memunculkan berbagai respons dari masyarakat.

Ketua DPW PEKAT IB Sumsel,
Ir. Suparman Romans, menyatakan bahwa pihaknya telah menyampaikan aspirasi secara resmi kepada pemerintah provinsi. Ia juga menyebut telah berdialog langsung dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumsel dan jajaran Dinas Pendidikan.

“Sudah kami sampaikan aspirasi dan kita berharap bisa dipenuhi. Dalam pertemuan tadi, kita berdialog dengan Sekda beserta jajaran, termasuk dari Disdik. Ada dua opsi yang kami tawarkan dan akan segera kami sampaikan ke Pak Gubernur,” ujar Ir.Suparman Romans kepada wartawan, Selasa (10/6/2025).

Menurutnya, dua solusi konkret diusulkan untuk mengatasi persoalan daya tampung sekolah negeri yang tidak sebanding dengan jumlah lulusan SMP/MTs:

1. Penambahan Kuota per Kelas: Dari 36 siswa menjadi 40 siswa per rombongan belajar (rombel). Dengan asumsi 10 rombel per sekolah, maka terdapat tambahan kapasitas untuk 40 siswa.

2. Penambahan Rombel Baru: Dilakukan pada sekolah yang saat ini belum mencapai batas maksimal 12 rombel. Ia menyebut masih ada sekolah dengan hanya 8 hingga 10 rombel, padahal juknis memungkinkan hingga 12.

“Dua poin inilah yang dijanjikan akan diteruskan oleh Pak Sekda Enda kepada Pak Gubernur. Harapan kami, minimal bisa mengurangi kekecewaan orang tua siswa yang anaknya tidak lolos seleksi,” ujarnya.

Lebih jauh, Ir.Suparman Romams menyoroti lemahnya perhatian pemerintah terhadap infrastruktur pendidikan di Palembang. Menurutnya, revitalisasi sekolah-sekolah negeri sudah sangat mendesak.

“Sudah hampir dua dekade tidak ada revitalisasi atau penambahan ruang kelas di SMA/SMK Negeri di Palembang. Padahal, jumlah siswa terus bertambah setiap tahun. Ketidak seimbangan ini menciptakan ketimpangan serius dan memicu kegaduhan seperti sekarang,” tegasnya.

Dalam siaran pers bertanggal 5 Juni 2025, Koalisi Aktivis juga mendesak Gubernur Sumsel untuk mencabut Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Nomor 0675/55/SMA.1/DISDIK/2025 dan merevisi juknis penerimaan siswa baru yang dianggap terlalu membatasi akses pendidikan.

“Ini bukan hanya soal angka kuota, tapi menyangkut keadilan dan hak dasar anak-anak untuk mendapat pendidikan yang layak. Kami akan terus bersuara demi masa depan pendidikan Sumsel yang lebih adil.

Artinya pendidikan merupakan hak warga negara secara mutlak,oleh karenah itu pemerintah Sumsel wajib memenuhi hak pendidikan bagi warga masyarakat Sumatera Selatan, jika tidak artinya dalam hal ini dinas provinsi Sumatera Selatan telah lalai melakukan pembangkangan terhadap Konstitusi kita UUD 1944. Tutup Ir. Suparman Romans.
( ril/ Nn )

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait