SURABAYA, Beritalima.com-
Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Timur, Abdul Halim, SH, MH, menyuarakan kekhawatiran atas efisiensi anggaran yang berdampak pada berbagai program vital di Jawa Timur.
Dalam rapat dengar pendapat dengan mitra Organisasi Perangkat Daerah (OPD), ia menyoroti realisasi serapan anggaran triwulan pertama 2025 yang dinilai belum maksimal.
“Agenda ini memang rutin, namun dari 11 OPD baru tiga yang kami evaluasi, yakni Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (SDA), Bina Marga, dan Dinas Perhubungan. Serapan ini penting sebagai tolok ukur kinerja. Target kami minimal 90 persen,” terang Halim.
Halim juga menyoroti pemangkasan anggaran program kemandirian seperti pada sektor PU SDA, yang menurutnya krusial untuk ketahanan pangan. Ia mengkritik efisiensi yang dilakukan pusat tanpa mempertimbangkan kondisi di lapangan, terutama dengan beban tambahan produksi gabah kering 2 juta ton yang tidak diimbangi dengan dukungan infrastruktur irigasi.
“Kalau tidak ada dukungan irigasi yang memadai, target itu sulit tercapai. Kita akan curhat ke pusat agar ada Inpres yang menganulir efisiensi ini,” sambungnya.
Masalah longsor di jalur Cangar juga mendapat sorotan. Menurut Halim, alih fungsi lahan dan aliran air yang terus-menerus membasahi tanah rawan longsor. Solusinya membutuhkan kolaborasi lintas dinas, termasuk Kehutanan, Lingkungan Hidup, hingga BPBD.
Politisi partai Gerindra tersebut mengungkapkan adanya efisiensi sebesar Rp 35 miliar yang harus dirinci lebih lanjut.
“Kami sudah minta Kadis beri data tertulis soal pos-pos mana yang terkena efisiensi,” tegasnya.
Mengenai transportasi, Halim menyambut baik penambahan dua koridor Trans Jatim di Mei 2025: Mojokerto–Porong dan Porong–Surabaya. Hal ini diharapkan bisa mengatasi ketimpangan wilayah, terutama antara daerah seperti Mojokerto dan Sidoarjo yang sangat timpang jumlah penduduknya.
“Transportasi publik harus menjangkau wilayah ketimpangan tinggi. Trans Jatim harus jadi solusi. Kami juga dorong percepatan kajian transportasi laut untuk koneksi wisata di Bromo hingga Gili Labak,” jelasnya.
Halim menegaskan dampak positif Trans Jatim sudah terasa, seperti meningkatnya okupansi terminal dan tumbuhnya ekonomi lokal. Ia juga menyebut bahwa keberadaan Trans Jatim membantu menurunkan angka kecelakaan motor dan mengurangi emisi karbon.
“Setiap koridor ada 21 armada. Sepuluh ke satu arah, sepuluh ke arah sebaliknya, satu cadangan. Ini sistem transportasi publik yang aman, nyaman, dan tepat waktu,” pungkasnya.
Abdul Halim berharap, dengan adanya evaluasi ini, seluruh program yang telah berjalan dapat terus diperbaiki dan dimaksimalkan. Serapan anggaran, efisiensi program, serta pengembangan infrastruktur yang mendukung ketahanan pangan dan keselamatan transportasi menjadi kunci utama dalam mencapai target pembangunan yang lebih baik di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2025.(Yul)







