JAKARTA, beritalima.com – Rapat Koordinasi DPD RI terkait RUU tentang Perkelapasawitan di Badan Legialatif DPR RI, Djasarmen Purba Ketua Timja RUU Perkelapasawitan di Komite II DPD RI, menyatakan bahwa DPD RI perlu memberikan pandangan dan pendapat karena masih ada beberapa hal yang masih perlu disempurnakan draft dan konsep yang dibuat oleh DPR RI.
Pandangan pertama adalah, agar dibatasi penyediaan lahan untuk seluruhnya baik yang dimiliki BUMN, perusahaan asing, Koperasi dan lain sebagainya. Sementara dalam draft disebutkan kecuali BUMN dan perusahaan asing. Namun dijelaskan Djasarmen Purba mengenai kata kecuali dianggap tidak seimbang, oleh karena itu menurutnya harus disamakan dan tidak boleh ada keistimewahan.
Kedua menganggap penting bahwa RUU Perkelapasawitan harus didukung bagaimana Indonesia bisa bertahan terhadap opini – opini menjelekkan bahwa CPO yang dihasilkan kelapa sawit dianggapnya tidak baik dan kurang bagus sehingga membuat pembeli – pembeli mengalihkan perhatiannya kepada produk lain.
“Jadi itu sebetulnya kampanye jelek atau black campign bahwa kelapa sawit merupakan kumpulan tanaman – tanaman flora dan fauna sehingga disebut kehutanan. Jadi tidak ada masalah,” tandas Djasarmen Purba, Senator asal Provinsi Kepri, Kamis (14/9/2017) di ruang Baleg DPR RI.
Ketiga mengharapkan bahwa dalam draft RUU Perkelapasawitan mengenai plasma dengan inti, ia meminta kepada Firman Subagio, Pimpinan Rapat Koordinasi DPD RI tentang RUU Perkelapasawitan, agar langsung dibuatkan undang – undang agar jelas yang dimaksud untuk kepentingan petani, dan berapa yang dihasilkan oleh perusahaan.
“Pertama kalau menunggu Peraturan Pemerintah bisa lama terbitnya, dan kedua isi PP nantinya bisa berbeda dengan undang – undang. Gambarannya seperti itu, sehingga kita dukung sepenuhnya terhadap RUU Perkelapasawitan dalam rangka menjadi proyek unggulan, karena kita sudah nomor satu di dunia untuk ekspor dan sudah mengalahkan Malaysia,” tandas Senator asal Kepri yang duduk di Komite II DPD RI.
Lebih lanjut dikatakan Djasarmen Purba, Malaysia sendiri sudah memiliki UU Perkelapasawitan, sedangkan Indonesia pun harus memiliki. Dan diminta Anggota Komite II DPD RI, jangan sampai terbitnya UU Perkelapasawitan ini, justru yang diterima Rp300 triliun malah merosot.
“Jadi itu tidak boleh, jadi ini semacam kajian dan benar – benar untuk mengangkat perkelapasawitan sendiribajwa dari Rp300 triliun, bisa jadi dua kali lipat,” terangnya.
Ia pun kepada pimpinan Rakor, agar RUU ini menjadi UU Leks Spesialis dan mengantisipasi tumpang tindih hingga bisa terhindari. Oleh karena itu menurutnya manakala sudah ada kajian berarti sudah ada analisa yang matang.
“UU perkebunan, UU Lingkungan, dan UU perdagangan dan tidak perlu lagi dimasukan dalam draft RUU Perkelapasawitan. Kecuali yang belum ada baru bisa dimasukan dalam draft,” jelasnya.
Lebih jauh, diungkapkan Djasarmen Purba, perlu mempertanyakan bahwa pembentukkan lembaga menjadi satu pertanyaan karena lembaga itu dari sisi efesiensi bisa menambah biaya. Kemudian lembaga ini secara otomatis ada penambahan lembaga sayangnya dalam pemerintahan Jokowi tidak menyetujui karena dianggap tidak pas.
“Nanti setelah terealisasi, RUU Perkelapasawitan ini tetap dijalankan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” imbuhnya. dedy mulyadi