JAKARTA, beritalima.com – Ketua Umum SOKSI dan Pembina Pusat Studi Hukum dan Pembangunan (PSHP), DR. H. Ade Komarudin, mengadakan Diskusi Bersama dengan tema Pancasila Pasca Reformasi, Siapa Yang Bertanggung Jawab. Diskusi tersebut rangkaian kegiatan SOKSI dalam rangka menyadarkan semua bangsa Indonesia terhadap ideologi yang terlupakan.
Tahun ini diterangkan Ade Komarudin, ada empat hal penting yang disampaikan, pertama pada 20 Mei 2017 saat HUT SOKSI ke 57 dalam Orasi Kebangsaan yang berjudul “Merayakan 57 Tahun SOKSI; Mari Bangkit Menguatkan Ke – Indonesiaan Kita”
Kedua, pada kesempatan Pandangan Umum DEPINAS SOKSI di forum Rapimnas II Partai Golkar yang diselenggarakan di Balikpapan pada 21-23 Mei 2017, mengusulkan pembentukan Undang – Undang Pelestarian dan Pengamalan Pancasila, hingga menjadi rekomendasi nasional pada rapimnas II Partai Golkar.
Ketiga, diskusi terbatas yang diselenggarakan DEPINAS SOKSI, 1 Juni 2017 ini yang bertepatan dengan peringatan Hari Lahir Pancasila dengan tema Pancasila Pasca Reformasi, Siapa Yang Berganggung Jawab. Dihadiri dua narasumber yaitu Hajriyanto Thohari Ketua PP Muhammadiyah dan Dr. Fachry Ali seorang pengamat politik.
Keempat, diskusi terbatas dan buka bersama KAHMI, Jum’at 2 Juni 2017 mengangkat tema “Pancasila, Agama, dan Negara” akan dihadiri DR. Akbar Tanjung, Rizal Mallarangeng dan Imam Ariyadi. “Sebagaimana kerangka acuan diskusi terbatas ini, pasca bergulirnya reformasi tahun 1998, kehidupan berbangsa dan bernegara diharapkan menuju pada kondiai yang lebih baik pada setiap sektor pembangunan,” pungkas Akom panggilan akrabnya Ade Komarudin.
Sementara dijelaskan Akom, pada masa orde reformasi yang telah berjalan 19 tahun ini tidak berbuat apa – apa. Bahkan tahun ini menurutnya baru disadari bahwa negeri ini telah melakukan kesalahan fatal, karena fondasinya goyang terkena hantaman kapal besar Kapitalisme dan Liberalisme yang sangat hegemonik serta arus globalisasi yang maha dahsyat. Belum lagi kata dia, ada kapal perusak baru muncul yaitu terorisme dan kapal selam komunisme yang terus menjelajah secara silent.
Juga dikatakan Akom, hegemonik kapitalisme dan liberalisme telah mencengkram hampir seluruh tatatan kehidupan bangsa. Namun yang paling menonjol adalah pada bidang politik, banyak Gubernur, Bupati dan Walikota tertangkap akibat kasus korupsi sebanyak 285 kasus korupsi dari tahun 2004 hingga 2011 ditangani oleh KPK.
Pada bidang ekonomi juga, Ade Komarudin sebagai anggota DPR dari Fraksi Golkar, mencatat sedikitnya ada 20 UU di bidang ekonomi bertentangan dengan semangat ekonomi kerakyatan yang dikandung dalam UUD 1945 Pasal 33. Banyak UU yang lahir di tingkat sektoral menjadi kehilangan semangat keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan kekayaan negara, misalnya UU Minerba.
Begitu juga di bidang pendidikan dan kebudayaan menurutnya patut juga disoroti sejak berlakunya KTSP tahun 2004. Kendati tidak ada kasus besar tapi menurut pengakuannya, guru di sekolah ikut berkampanye, mengajarkan untuk tidak pilih kandidat A atau B, padahal guru yang ikut kampanye itu adalah guru SD.
Hal ini kata Akom, akibat mata kuliah kewarganegaraan dan Pancasila. Oleh karena itu wajib dibekali kembali, begitu juga TV dan media sosial harus ada yang berani dan memberikan peringatan yang tegas. “Terus terang, saya pun pernah mengalami pencemaran nama baik yang dilakukan oleh salah satu media, yang memuat berita yang merugikan saya dalam kasus e-KTP, tanpa pernah mengkonfirmasi ke saya,” tegasnya, Kamis (1/6/2017) di Kantor SOKSI dan PSHP.
Lebih lanjut ditambahkan Ade Komarudin mengenai gagasannya yang disampaikan pada HUT SOKSI 20 Mei lalu itu, ia menyatakan akan menjadi payung hukum untuk terbentuknya sebuah State Body (Badan Negara), yang bertugas untuk mengkaji, merumuskan, melestarikan dan memantau terlaksananya nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan sehari – hari maupun dalam tata kelola Negara.
“Saya mengilustrasikan badan ini sebagai penjaga gawang terlaksananya nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan sehari – hari. Badan ini berkoordinasi langsung dengan Presiden sebagai Kepala Negara,” imbuhnya. dedy mulyadi