JOMBANG, beritalima.com – Insiden bom susulan di depan gerbang masuk Polrestabes Surabaya, Senin dini hari sekitar pukul 08.50 wib, (14/5/2018), melukai empat anggota Polri dan eman warga sipil, dan menewaskan 4 pelaku bom bunuh diri, setelah rentetan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, yakni Gereja Katholik Santa Maria Tak Bercela. Gereja Pantekosta Pusat Surabaya. Gereja Kristen Indonesia di Surabaya, dan terakhir Rusunawa Wonocolo di Sidoarjo
Kejadian itu menurut KH. Kholil Dahlan, Ketua Umum Sekretariat Pondok Pesantren Darul Ulum, Jombang, Jawa Timur saat Istighotsah di Polda Jawa Timur. Ia pun mengatakan kejadian itu merupakan peringatan bagi umat untuk waspadah terhadap ancaman teror bom.
Insiden itu menurut anggapan Kyai asal Jombang bisa dipastikan tidak puas dengan faktor politik, ekonomi dan sosial. Hal itu dimungkinkan menurut pandangan para pelaku bom bunuh diri dianggapnya tidak sesuai dengan yang diinginkan hingga tega melakukan bom bunuh diri untuk mencapai tujuan.
“Teror bom itu hanya sasaran untuk mengalihkan perhatian melainkan ada sasaran lain yang lebih besar lagi agar supaya masyarakat tambah kacau,” tandasnya kepada beritalima.com, Senin (14/5/218) di Jombang.
Lebih lanjut dijelaskan KH. Kholil, manakala masyarakat sudah kacau tidak percaya pada tokoh-tokoh agama dan aparat, maka mereka masuk dalam pokok sasaran yang targetnya mereka ingin menguasai sampai pada tujuan yang diinginkan.
“Entah apa yang diinginkan jaringan teroris karena selalu menggunakan konseptor pada kegiatan yang tidak tertangani. Yang tertangani selama ini ibarat baru pion-pionnya saja yang kena, paking banter kuda. Sedangkan ster dan rajanya sampau saat ini belum pernah kena,” pungkasnya.
Ia pun menegaskan bahwa pelaku dari jaringan teroris itu memiliki kecerdikan untuk mendisign suatu keadaan menjadi keruh, gaduh dan menjadi ketidakpercayaan pada pemerintah, kemudian masuk pada hal seperti yang dilakukan oleh pelaku bom bunuh diri itu sendiri.
“Ster dan rajanya sendiri masih sembunyi bahkan kudanya sendiri tidak pernah melihat ster dan rajanya. Yang sudah mati di Indonesia masih ada di atasnya. Setiap gerakan seperti itu selalu ster dan rajanya sembunyi. Bisa jadi ster dan rajanya itu sendiri bisa menumpas jaringannya sendiri manakala ada kebocoran untuk menutupi gerakan-gerakan itu,” tandasnya.
Hal inipun dikatakan KH. Kholil Dahlan, dapat ditinjau dari berbagai aspek. Kalau dari aspek politik harus ada target yang harua dicapai untuk kepentingan politik, lalu membuat gaduh pada lawan politiknya. Sedangkan dari aspek ekonomi, mereka bisa saja kecewa dengan perkembangan ekonomi yang ada karena dianggap tisak menguntungkan pada kelompoknya melainkan hanya menguntungkan kelompok yang laun.
“Bagi mereka yang merasa tidak diuntungkan, mereka berusaha untuk mengacau balaukan sehingga ekonomi ikut tercerabut. Contoh Irak saat dipimpin Sadam Husein, perekonomian dikenal jaya namun yang merasa tidak mendapat bagian membuat kekacauan hingga menghancurkan pemerintahannya. Setelah Irak hancur sekarang siapa yang menguasai perekonomiannya,” ujarnya. dedy mulyadi