Khofifah vs Risma Lagi Ramai, Ning Lia: Sebenarnya Masalah Ada Pada Provokasi

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com | Pandemi Covid 19 ternyata tidak hanya ramai dibicarakan mengenai mata rantai penyebarannya, namun merembet kepada pro kontra terhadap penanganan yang dilakukan pemrintah. Bahkan saat ini, muncul isu yang menghangatkan hubungan beberapa kepala daerah, diantaranya Khofifah dengan Risma dan Bupati Boltim dengan Bupati Lumajang. Berbagai pendapat pihak terkait pun ditelisik, untuk menyikapi hal tersebut, diantaranya adalah Lia Istifhama, keponakan Khofifah yang disebut running dalam Pilwali Surabaya mendatang. Dihubungi via selluler, putri dari almarhum KH Masjkur Hasjim tersebut menjelaskan sikapnya.

“Bagi saya, kok tidak merasa ada hak sama sekali untuk menilai bahwa hubungan keduanya sedang bermasalah, yah? Yang saya lihat malah, mungkin, ini yang jadi masalah yah orang-orang yang memprovokasi saja”, tegasnya. Ia juga menambahkan pentingnya memfokuskan isu pada penanganan Covid 19.

“Kita harus akui bahwa Ibu Gubernur dan Ibu Walikota adalah pemimpin yang sangat mumpuni. Tentu, keduanya saat ini sedang konsentrasi tinggi untuk menempuh beragam cara memutuskan mata rantai Covid 19. Jadi, alangkah bijak jika tidak kemudian mengusik keduanya dengan isu tersebut. Kalaupun, jika dalam sebuah penanganan, terdapat perbedaan cara berpikir maupun aksi yang ditempuh, itu sangat wajar. Masak ada orang di dunia ini yang sama plek? Dimanapun, cara pandang maupun penanganan, pasti berbeda-beda setiap orang. Contohnya saya sebagai seorang Ibu, lebih mengutamakan asupan zat besi dan protein untuk anak saya demi menjaga kesehatan di tengah pandemi, nah, mungkin ibu yang lain berbeda. Jadi biasa-lah beda persepsi. Yang penting, ayo kita telaah kata per kata dalam sebuah statement. Jangan ambil sepenggal-sepenggal yang malah membuat kesimpulan yang keliru. Kalau seseorang tidak menyebut secara lugas tentang seseorang lainnya, maka tolong jangan dikaitkan, jangan diindikasikan: oh, A ngomong ini, ini adalah itunya si B, atau semacamnya, yah jangan. Kalau bahasa Suroboyoane, nek enggak njebus, yo ojok dinjebusno. Jangan terlalu kreatif berpikir sehingga tidak sesuai fakta aslinya.”, jelas Lia.

Terkait Pilwali Surabaya, Lia juga tidak menampik bahwa namanya dicatut dalam polemik Khofifah vs Risma.

“Ada, sebuah akun di Fb, juga grup FB, yang nyebut-nyebut nama saya dalam persoalan tersebut, ada yang anggap ini sebuah skenario Pilwali, ada juga yang nyinyir karena nyalahin salah seorang pejabat publik, terus saya ikut-ikut disalahin. Awalnya, relawan sempat emosional ketika menyampaikan ke saya. Istilahnya, gak terimo, karena (kita) kok dicatut, apalagi disalah-salahin soal kebijakan. Saat itu saya cuman bilang ke mereka, udah sabar. Tak kenal maka tak sayang, gitu aja. Saya melihat kesalahpahaman menilai, itu adalah hal biasa. Saya sudah belajar dari ayah saya, bahwa jadi orang harus jembar segarane, hati seluas samudera, harus sabar. Dan alhamdulillah relawan juga tidak memusingkan omongan orang yang salah kaprah. Cuman, disini saya merasa perlu bicara karena itu tadi, kita jangan sampai mengusik pemimpin kita. Mari kita hargai langkah ikhtiar mereka, dan kita juga tetap gotong royong dan ikhtiar semampu kita untuk turut melawan covid 19 ini, agar anak-anak bisa sekolah bertemu teman-teman mereka seperti sebelumnya”, terangnya.

Ditanya soal running Pilwali, Lia menjawab bijak:

“Dari awal, saya bersama relawan komitmen membangun sebuah figur yang bisa diterima masyarakat banyak. Jabatan politis dan semacamnya, itu anggap saja bonus, jangan jadi target. Namun diakui apa tidak, teman-teman relawan ini terus gerak aksi sosial seadanya. Ibaratnya kalau kami sedang memiliki tahu atau tempe, ya sudah, tahu atau tempe itu, ayo dimakan bareng-bareng dengan yang lain. Berbagai sedikit demi sedikit, semampu kita. Yang penting, mata rantai corona wajib terputus, tapi jalinan silaturahmi jangan terputus”, pungkasnya. (rr)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait