SURABAYA – beritalima.com, Solekan dan Abdul Muiz, dua terdakwa pada kasus dugaan penipuan dengan modus pencairan dana investasi jumbo dituntut hukuman 2 tahun dan 6 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jatim.
Jaksa Penuntut Winarko dalam amar tuntutannya menyatakan bahwa terdakwa Solekan dan AbduL Muiz dengan sengaja bermaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lai dengan melawan hakum, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan rangkaian kata bohong.
“Menuntut agar majelis hakim menghukum terdakwa Solekan dan terdakwa Abdul Muiz dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan penjara.” ujarnya dalam persidangan secara Online di ruangan sidang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (16/8/2021).
Jaksa Winarko membeberkan hal-hal yang memberatkan terdakwa Solekan dan Abdul Muiz di kasus ini karena sudah merugikan drektur PT Indonesia Pelita Pratama (IPP),Oei Edward Wijaya.
Diketahui, Solekan dan Abdul Muiz bersekongkol mengibuli Oei Edward Wijaya dan Jesica. Keduanya menjanjikan dapat memberi Edward dana investasi dalam jumlah jumbo. Syaratnya, Edward harus menyerahkan logam mulia dulu agar dana tersebut bisa dicairkan. Namun, setelah logam mulia diserahkan, dana investasi ternyata tidak cair.
Jaksa penuntut umum Winarko dalam dakwaannya menyatakan, Muiz mengaku sebagai komisaris PT Weka Bangun Persada (WBP). Dia mengenalkan terdakwa Solekan sebagai direktur utama PT WBP dan Machfud Machmud kepada Edward. Machfud dikenalkan sebagai nasabah prioritas salah satu bank pelat merah. Muiz meyakinkan bahwa Machfud bisa mengusahakan dana investasi dengan cara memberikan fasilitas kredit dari bank pelat merah lain.
Caranya, menggunakan jaminan stand by loan credit (SBLC) dari salah satu bank swasta senilai 100 juta Euro. Supaya SLBC keluar, Edward harus menyediakan dana untuk membeli emas seberat 5 kilogram seharga Rp 3,8 miliar. Dana itu harus diserahkan ke Koperasi Kencana Madani Investama (KKMI).
Edward yang menjabat direktur PT Indonesia Pelita Pratama (IPP) tertarik dengan tawaran tersebut. Mereka bertemu di salah satu rumah makan di mal kawasan Surabaya Selatan pada September 2019.
Dalam pertemuan itu, terdakwa Muiz dan Solekan menjelaskan lebih jauh mengenai mekanisme pencairan dana investasi tersebut. ”Terdakwa menjelaskan bahwa dana investasi 100 juta Euro itu akan cair setelah empat hari kerja dari penyerahan dana administrasi. Apabila tidak cair, uang administrasi akan dikembalikan,” kata jaksa Winarko dalam surat dakwaanya.
Edward semakin tertarik dengan penjelasan tersebut. Mereka kemudian menandatangani perjanjian kerja sama investasi pengadaan dan jual beli gas kebutuhan industri dan nonindustri. Edward melalui rekening PT IPP lantas mentransfer dana Rp 3,8 miliar ke rekening PT WBP. Setelah menerima dana tersebut, kedua terdakwa menyerahkan selembar cek senilai Rp 3,8 miliar yang sebenarnya tidak ada dananya.
”Setelah empat hari kerja, ternyata terdakwa tidak bisa mencairkan dana investasi senilai 100 juta Euro dan tidak mengembalikan dana administrasi sebesar Rp 3,8 miliar sebagaimana yang telah dijanjikan,” tutur Winarko.
PT IPP meminta pengembalian dana. Namun, kedua terdakwa tidak bisa mengembalikannya. Sebab, dana yang disetorkan IPP kepada PT WBP ternyata sudah disetorkan ke Machfud. Namun, Machfud tidak memberikan dana investasi yang dijanjikan.
Seorang direktur PT WBP telah menyerahkan dua logam mulia senilai Rp 1,2 miliar ke PT IPP. Kini kerugian PT IPP tersisa Rp 2,6 miliar. (Han)