JAKARTA, Beritalima.com-
Kinerja Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara semakin memburuk. Pasalnya warga mengeluhkan lama nya proses pembuatan sertifikat tanah bahkan terkesan di persulit. Ironisnya belum lama ini puluhan massa yang megatasnamakan Aliansi Mahasiswa justru mempertanyakan cepatnya proses penerbitan sertifikat HGB Pulau D.
Dalam orasinya masa mempertanyakan terbitnya sertifikat HGB Pulau D yang relatif singkat yakni hanya memakan waktu satu hari dari masa pengukuran yaitu tanggal 23 Agustus 2017 dan di tandatangani oleh Kepala Kantor BPN Jakarta Utara Kasten Situmorang tertanggal 24 Agustus 2017.
Masa juga menuding Kepala Kantor BPN Jakarta Utara Kasten Situmorang menyalah gunakan wewenang jabatannya. Tak hanya itu saja masa juga meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) untuk melakukan penyelidikan terhadap terbitnya sertifikat reklamasi pulau D.
Anehnya menurut Yudha Marhen Pengamat Kebijakan Publik dari beberapa warga yang mengeluhkan lamanya proses pengurusan administrasi pertanahan pada seksi pengukuran dan pemetaan BPN Jakarta Utara. Bahkan prosedur pengukiran serta pemetaan tanah tidak menggunakan metode first in first out (FIFO).
“Seharusnya, berkas yang telah masuh terlebih dahulu, itu yang di kerjakan. Bukan malah berkas yang baru masuk di ukur tanahnya terlebih dahulu, hal tersebut tentu menjadi tanda tanya ? Kenapa pengukuran dan pemetaan bidang tanah di pilih-pilih,”ujar Yudha kepada beritalima.com di Cilincing, Jakarta Utara, Sabtu (07/10/2017).
Menurut Yudha, dari keluhan tersebut pihaknya melakukan investigasi mulai awal bulan Agustus lalu hingga saat ini. Dengan adanya temuan itu yang menjadi korban berlarut-larutnya pengurusan di BPN Jakarta Utara adalah warga yang awam dalam pengurusan permohonan sertifikat pertanahan.
“Bukan rahasia umum lagi sedangkan berkas yang melalui kantor Notaris dan biro jasa (Kuasa Pemohon) relatif lebih cepat dikerjakan. Mungkin karena mereka ada kedekatan dengan orang (BPN),”kata Yudha.
Bahkan salah satu warga Tanjung Priok yang minta namanya tidak dicantumkan dalam pemberitaan mengaku pernah mengalami hal serupa. Tak hanya itu ia juga di pingpong oleh oknum BPN Jakarta Utara.
“Semua berkas yang diminta pihak BPN sudah saya siapkan sesuai persyaratan. Namun hingga satu bulan ternyata tidak ada kemajuan. Setelah saya melakukan pengecekan berkas ternyata ada yang kurang, padahal dalam permohonan sudah saya cantumkan nomor televon saya, seharusnya jika ada kekurangan berkas bisa dihubungi melalui nomor telvon yang tercantum dalam permohonan sehingga tidak membuat warga mondar mandir dan terkesan dipermainkan,”keluhnya.
Dari hasil investigasi beritalima.com beberapa bulan terakhir pernyataan warga Tanjung Priok tersebut benar. Permohonan melalui Kantor Notaris dan biro jasa lebih didahulukan dibanding permohonan warga secara langsung. Mereka bebas masuk ke dalam kantor BPN Jakarta Utara yang berada di lantai dua dan tiga sementara warga hanya bisa memohonkan berkas sertifikat tanah maupun pengecekan di loket pelayanan. Selain itu di Pelayanan BPN Jakarta Utara terlihat di dominasi para pegawai kantor Notaris yang dengan leluasanya memasukkan berkas dan melakukan kegiatan lainnya terkait pengurusan sertifikat tanah. Bahkan jika warga menunggu di panggil oleh petugas loket. Namun tidak dengan para pegawai Notaris mereka lebih di dahulukan. (Edy)