Kinerja Buruk PN Surabaya Dilaporkan ke Presiden, Sudah Bayar 80 Juta Eksekusi Tidak Dilaksanakan

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Kinerja buruk Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terancam dilaporkan ke Presiden Jokowi oleh Linggaryanto Budi Utomo, warga Jalan Sukaryo Wiryopratomo No. 25 Malang.

Pasalnya, meski Linngaryanto telah menerima penetapan eksekusi No 103/EKS/2017/PN.Sby jo No 897/Odt.G/2011/PN.Sby dan membayar uang eksekusi Rp 80 juta lebih yang diminta Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, namun eksekusi lahan seluas 5.196 meterpersegi tersebut tidak kunjung dilaksanakan.

 “Akan kami laporkan ke Presiden. Sebab sudah dua kali surat pengaduan kami ke Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung tidak mendapatkan tanggapan. Termasuk surat pengaduan kami ke ketua PN Surabaya terdahulu yaitu Bapak Nursyam,” ujar Hendrik R.E Assa, advokat dan konsultan hukum yang mewakili Linngaryanto Budi Utomo. Rabu (14/10/2020).

Herannya, Hendrik justru mendapat kabar tak sedap dari Ketua Pengadilan Negeri Surabaya yang saat itu dijabat oleh Nursyam. Saat bertemu, Nursyam bukannya menanggapi laporan itu, tapi malah mengatakan ekseksusi tidak dapat dilaksanakan karena pihak termohon melakukan perlawanan Peninjauan Kembali (PK). “Waktu itu Nursyam berdalih menurut hemat dia tidak bisa dilakukan ekseksusi karena ada PK. Ini yang menurut saya aneh, karena landasan yang dipakai bukan Undang-Undang tapi hanya persepsi dari seorang hakim yang juga menjabat sebagai ketua pengadilan. Harusnya dia mengatakan menurut perundang-undangan eksekusi belum dapat dilaksanakan bukan mengatakan menurut hemat kami eksekusi ini belum bisa dilaksanakan,” sambung Hendrik.

Sementara, Mukminatus Sholihah salah satu warga Karah Tama Asri II yang menjadi korban jual beli tanah pada objek eksekusi tersebut berharap Pengadilan Negeri Surabaya untuk segera memberikan kepastian hukum pada dirinya, “Saya ini juga korban, saya membeli tanah itu ternyata bermasalah, tapi saya dan beberapa warga sudah  berdamai dengan pemohon sejak 2018, tapi ada warga yang tidak mau damai dan melakukan gugatan dan kalah sekarang mereka inilah menjadi termohon ekseksusi,” harapnya. 

Senada juga disampaikan Devi, Wanita berparas cantik ini berharap agar masalah tanah dengan sertifikat hak milik (SHM) nomor 26 segera dibisa eksekusi. “Yang jelas kami ingin punya sertifikat, karena kita juga sudah lama tinggal disitu. Apalagi perkara inikan sudah inkracht. Tunggu apa lagi, kita ingin ada kepastian hukum supaya kami bisa urus sertifikatnya,” tukasnya.

Diketahui, kasus ini bermula saat para warga membeli tanah dari seorang mafia tanah bernama Djaimun Waluyo dan Hadi. Merasa ditipu, para warga berbondong-bondong melaporkan kasus ini ke Polda Jatim. Keduanya dilaporkan setelah para warga mengetahui tanah yang ditempatinya sebagai rumah huni itu milik PT Kalpataru.

Atas kasus tersebut, Djaimun Waluyo telah dihukum bersalah melakukan tipu gelap. Sedangkan Hadi meninggal ditengah proses hukumnya berjalan. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait