Kisah Dosen Unair yang Menjalani Ramadannya di Turki

  • Whatsapp

SURABAYA, Beritalima.com|
Menjalani Ramadan sambil belajar di negeri orang menjadi tantangan tersendiri dengan kultur dan suasana yang berbeda. Kisah datang dari salah satu Dosen Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Ilmu Kesehatan, Kedokteran, dan Ilmu Alam (FIKKIA) Universitas Airlangga (Unair) Banyuwangi yang kini berkuliah di Turki.

Sosok tersebut adalah Thohawi Elziyed Purnama drh MSi yang sedang mengambil studi doktoral di Departemen Zoologi, Institut Sains dan Teknologi, Zooloji Anabilim Dalı, Fen Bilimleri Enstitüsü, Eskişehir Osmangazi Üniversitesi.

Berpuasa di Tengah Musim Dingin
Thohawi mengungkapkan suasana ramadan tahun ini diselimuti musim dingin dengan suhu berkisar antara -9 hingga 7°C. Berpuasa selama 14 hingga 15 jam menjadi tak terasa. Jam sahur berakhir pada pukul 05.00 dan berbuka pada pukul 20.00 waktu setempat.

“Lain halnya jika bulan ramadhan jatuh pada musim panas, maka durasi berpuasa akan lebih lama,” ungkapnya.

Dalam hal ibadah, Thohawi tetap mencari mana tarawih yang paling efektif seperti pada umumnya. Perbedaan yang signifikan adalah masjid hanya ramai oleh jamaah pria, karena wanita sholat di rumah. Sekularisme yang kuat membuat suasana riuh tadarus dan ngabuburit tidak tampak.

Bahkan melihat orang makan minum siang hari dalam keramaian pun biasa. Tantangan utama dihadapi adalah perbedaan jenis kuliner untuk makan berbuka ataupun sahur.

“Yang jelas makanan adalah tantangan menyesuaikan kondisi selama puasa. Sahur dengan roti dan keju mungkin sangat cukup bila sudah beradaptasi dengan baik,” katanya.

Agenda Perkuliahan yang Lebih Fleksibel

Turki menganut sistem pendidikan European Credit Accumulation and Transfer System dan European Higher Education Area (Bologna Process). Melalui kurikulum tersebut mempertajam kemampuan sesuai minat program studi, kebebasan magang dan bekerja dalam industri.

Mahasiswanya juga bebas melanjutkan studi dengan konversi mata kuliah melalui program Erasmus. Mahasiswa dapat memilih tugas akhir berupa projek sosial-industri atau tesis.

Selama bulan Ramadhan aktivitas perkuliahan berjalan normal namun lebih fleksibel dapat dilakukan kapanpun jika ada waktu luang tanpa sistem penjadwalan. Perbedaan hanya pada jam perkuliahan aktif mulai pukul 10.00 hingga 17.00.

“Kalau tidak kuat maka ditinggal tidur atau nonton film. Kebetulan pembimbing menyediakan ruangan yang memang khusus untuk bekerja sekaligus istirahat. Jadi kalau tidak kuat, maka jangan dipaksakan,” tuturnya.

Menurutnya, Ramadan identik dengan kultur kekeluargaan dan kebersamaan keluarga. Walaupun harus jauh dari keluarga tak membuat Thohawi bersedih hati. Melepas rindu lewat video call dan tak melewatkan liburan musim panas dengan pulang kampung menjadi jawaban.(Yul)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait