Beritalima.com ( Mesjid Hasan, salah satu bangunan kokoh di Yunani, memiliki sejarah yang panjang dan kaya. Awalnya, mesjid ini dibangun sebagai Masjid Besar di Crete, sebuah pulau besar di Yunani. Namun, peran mesjid ini berubah drastis setelah pertukaran penduduk antara Yunani dan Turki pada tahun 1923. Setelah pertukaran tersebut, Mesjid Hasan berhenti berfungsi sebagai tempat ibadah dan pada tahun 1939 menaranya dihancurkan.
Kisah ini disampaikan oleh Koordinator Aceh Sumatra National Front (ASNLF), Muhammad Hanafiah, yang berbicara dari Denmark pada 4 Agustus 2024 saat mengunjungi daerah Crete. Menurut Hanafiah, Mesjid Hasan dibangun untuk menghormati Küçük Hasan Pasha, seorang tokoh penting pada masa penaklukan Chania oleh Kekaisaran Ottoman pada tahun 1645. Pada masa itu, daerah tersebut masih sangat berjaya di bawah kekuasaan Ottoman.
Selama Perang Dunia II, mesjid ini mengalami kerusakan yang parah. Kini, bangunan tersebut telah direstorasi dan digunakan sebagai Museum Arkeologi Chania. Selain berfungsi sebagai museum, mesjid ini juga digunakan sebagai gudang, museum cerita rakyat, pusat pengunjung, serta ruang pameran. Transformasi ini mencerminkan perubahan fungsi bangunan bersejarah seiring berjalannya waktu.
Muhammad Hanafiah, pada 4 Agustus 2024 dalam pernyataannya, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kemungkinan serupa terjadi di Aceh. “Kita yang ada di luar negeri berharap Aceh jangan sampai mengalami nasib seperti Mesjid Hasan, yang dijadikan museum. Apalagi di Indonesia terdapat beberapa agama selain Islam,” ujarnya. Kekhawatiran Hanafiah mencerminkan keprihatinan atas pelestarian warisan budaya dan agama di tengah keberagaman Indonesia.
Aceh, yang dikenal dengan identitas Islam yang kuat, dihadapkan pada tantangan dalam menjaga nilai-nilai agamanya di tengah keragaman agama di Indonesia. Dengan enam agama resmi yang diakui, termasuk Islam, keputusan hukum di Indonesia sering kali diambil secara demokratis melalui suara terbanyak. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan komunitas Muslim, termasuk di Aceh, mengenai pelestarian identitas keagamaan.
ASNLF, sebagai organisasi yang berjuang untuk kepentingan Aceh, terus berupaya mempromosikan Aceh di mata dunia. Mereka berharap dapat melindungi budaya dan agama Aceh, bahkan saat mereka berada di luar negeri. Muhammad Hanafiah menekankan pentingnya semangat juang dalam mempromosikan Aceh dan mempertahankan identitasnya, meskipun berada jauh dari tanah air.
Dalam pernyataannya, Hanafiah juga menyatakan kekagumannya terhadap sejarah dan kebesaran Mesjid Hasan. Ia menggambarkan mesjid tersebut sebagai simbol kejayaan Islam di masa lalu. Namun, ia juga mengingatkan akan pentingnya mempertahankan bangunan bersejarah sebagai tempat ibadah, bukan hanya sebagai objek wisata atau museum.
Dengan cuaca panas mencapai 32 derajat di Crete, Hanafiah dan rekan-rekannya tetap bersemangat dalam perjalanan, Mereka berharap perjuangan yang dilakukan dapat menginspirasi masyarakat Aceh dan untuk menjaga serta melestarikan warisan budaya dan agama.
Kunjungan Hanafiah ke Mesjid Küçük Hasan di Yunani menjadi simbol semangat juang ASNLF dalam memperjuangkan kepentingan Aceh. Meski berada di luar negeri, mereka tetap berkomitmen untuk mempromosikan dan mempertahankan identitas Aceh di mata dunia.
Dengan latar belakang sejarah yang kaya dan penuh tantangan, ASNLF berkomitmen untuk terus memperjuangkan hak-hak Aceh. Mereka berharap masyarakat Aceh dapat memahami pentingnya menjaga identitas mereka dan menghargai warisan budaya serta agama yang ada.”(**)