SURABAYA, Beritalima.com|
Menyambut Hari Pahlawan ke-78 dan Ulang Tahun Universitas Airlangga-Surabaya ke-69, kolaborasi antara ahli waris (Alm.) Roestono Soeparto Koesoemo, Pengurus Pusat Paguyuban Mas TRIP, dan Universitas Airlangga – Surabaya dilakukan acara bedah buku TRIP “Perjuanganmu Kuteruskan Sampai Akhir jaman Catatan tentang Perjuangan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) dalam Perang Kemerdekaan I, 1947, pada Sabtu, (11/11/2023), di Kampus Unair – Surabaya.
Naskah asli buku ini berjudul TRIP The Uneven Battle Along Mt. Salak Street, Malang, and the Surrounding Area Thursday, July 31, 1947; TRIP face-to-face with The Dutch Colonial Forces yang disusun oleh (Alm.) Roestono selama 10 tahun, 31 Juli 1992–31 Juli 2002. Atas pesan (Alm.) Roestono sebelum wafat, naskah asli ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Ketua Panitia sekaligus motor terbitnya buku ini, Prof. Prasetio, menyampaikan bahwa membaca karya ini bagaikan mengendarai sebuah mesin waktu yang tidak hanya membawa pembaca ke era perjuangan penyusun buku ini dan rekan-rekan seperjuangannya, tetapi juga bagaikan membawa pembaca napak tilas perjuangan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Satu hal yang mengharukan dari karya ini adalah, bukan hanya beliau telah secara tulus berjuang mempertaruhkan jiwa dan raga untuk kemerdekaan bangsa dan negara, namun beliau juga ingin memastikan, generasi pendahulu yang telah gugur, dan generasi masa depan yang kala itu bahkan belum dilahirkan, dapat bertemu tatap, berjabat tangan, dan saling serah terima tongkat estafet perjuangan, tutur Prasetio yang juga menantu (Alm.) Roestono dan Anggota Wali Amanat Universitas Airlangga Periode 2022-2027.
Hadir sebagai pembedah buku ini, Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum, Guru Besar Universitas Airlangga dan Nanda Avalist, S.IP., M.Si., Ph.D (Cand), seorang diplomat aktif, mahasiswa S3 di Curtin University Australia, sekaligus penerjemah dan editor buku dari Rayyana Publishing.
Acara ini diawali dengan sambutan dari Prof. Dr. Mohammad Nasih, S.E., M.T., Ak., Rektor Universitas Airlangga dan Ketua Umum PP Paguyuban Mas TRIP yang juga Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia, Destry Damayanti, SE, M.Sc.,.
Hadir pula pada acara ini Wakil Ketua Pembina PP Paguyuban Mas TRIP yang juga Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia pada Kabinet Pembangunan VI (1993–1998), H. Hayono Isman, S.IP., dan Mantan Wakil Ketua Komnas HAM Periode 1998-2002, Bambang W Soeharto.
Acara yang dihadiri sekitar 400 peserta dari berbagai kalangan, seperti mahasiswa, keluarga besar TRIP, para birokrat, dan pemerhati sejarah dan perjuangan ini memberi makna yang mendalam bagi semua kalangan. Khususnya mereka, para generasi millenial, untuk tidak hanyut dan larut pada keadaan saat ini, dan melupakan sejarah perjuangan para leluhurnya, khususnya di wilayah Jawa Timur.
Di buku ini secara detail diceritakan bagaimana pasukan ini berjalan kaki, melintasi ratusan kilometer jalan setapak di belantara hutan rimba yang penuh onak duri dan binatang berbisa. Mereka bergerak senyap sebagai kesatuan gerilya, menggempur, dan menghilang, menebar frustrasi dan ketakutan di pihak pasukan penjajah! kata Mohammad Nasih, Rektor Unair mengutip salah satu episode di buku setebal 766 halaman ini.
Ditambahkan Nasih, kalau saat ini tentara dan pelajar adalah dua entitas yang berbeda, mereka yang mau jadi tentara harus menyelesaikan dulu status pelajarnya. Namun, itu tidak berlaku pada masa lalu, di era Perang Kemerdekaan, kata Tentara Pelajar justru identik dengan peran heroik yang dimainkan para pelajar SMA dan SMP dalam perjuangan bersenjata untuk mempertahankan kemerdekaan dalam kurun waktu 1945-1949.
“Eskalasi meletusnya pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, ketahanan dan semangat juang Republik Indonesia muda yang baru saja berdiri diuji untuk pertama kalinya. Di tengah-tengah dahsyatnya amukan kecamuk pertempuran di Surabaya itulah lahirlah eksponen pelajar bersenjata yang kemudian mengkonsolidasikan diri menjadi Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) Komando Jawa Timur,” tegasnya.
Ini catatan penting yang harus diketahui oleh semua kalangan. Dan Unair berbangga saat ini, ketika buku ini di bedah di kampus yang punya nilai dan hubungan emosional dan historis dengan TRIP.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Paguyuban Mas TRIP yang juga Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia, Destry Damayanti SE, M.Sc., mengatakan buku ini berperan penting dalam menjembatani estafet semangat perjuangan, dari Angkatan 45 ke generasi milenial di abad ke-21 ini.
“Buku ini diharapkan menjadi media agar estafet semangat perjuangan dan rasa cinta tanah air dapat terus berjalan berkesinambungan, menghubungkan dua generasi yang berbeda zaman,” tegas Destry, panggilan akrabnya.
Destry lalu mengutip pernyataan proklamator kemerdekaan RI, Bung Karno, Beri aku 10 pemuda, maka akan kuguncang dunia. Makna pernyataan tersebut, ia yakini, pada era masa lalu para pemuda berjuang mempertahankan kemerdekaan, sedangkan pemuda era abad ke-21 harus memberikan darmabakti dalam wujud yang lain, yaitu mengisi kemerdekaan.
Ditambahkan Destry, selaku pengurus Paguyuban Mas TRIP, karya ini memiliki nilai sejarah yang tak ternilai harganya.
“Di buku ini memuat daftar yang cukup terperinci mengenai kontribusi para eksponen TRIP (khususnya dalam periode 1976–1986) di berbagai wilayah pedesaan tempat mereka dahulu berjuang. Bentuk kontribusi ini cukup banyak dan beragam, rata-rata berupa bangunan sekolah, balai desa, fasilitas kesehatan masyarakat, dan lain sebagainya. Tentunya, seluruh kontribusi eksponen TRIP tersebut memerlukan perawatan dan pemeliharaan,” katanya dalam sambutan di buku ini.(Yul)