Kala itu, tahun 1995 mereka belum mengenal istilah SMS, WhatsApp (WA) dan sejenisnya yang serba instan dalam melepas kangen untuk merajut asmara. Dunia mereka masih jauh dari kecanggihan teknologi saat ini yang dipermudah dan dimanjakan degan fasilitas seperti yang kita kenal Handphone (HP).
Toh, pada zaman mereka jika barang itu ada, meraka tidak mampu untuk membelinya. Sebagai seorang pegawai Hotel biasa, kehidupan mereka terbilang dengan gaji pas-pasan hanya untuk menyambung hidup di Kota Makassar.
Kendati demikian dalam hidup Wayan tidak pernah berkecil hati, walaupun sebagai pegawai Hotel biasa dengan gaji pas pasan, mereka tetap bersyukur, kalau niat dan cita-citanya untuk merubah garis tangan, untuk hidup lebih baik sesuai harapannya sedikit terpenuhi. Paling tidak, mereka tidak lagi menjadi beban orang tua, artinya mereka sudah mandiri dan berpenghasilan sendiri.
Kala itu niatnya untuk lanjut perguruan tinggi, akibat keterbatasan ekonomi orang tua, niat itu mereka kubur dalam-dalam. Yang mereka pikirkan saat itu bagaimana bisa berpenghasilan sendiri.
Perjalanan asmaranya dengan Elia Renggina, komunikasi biasa saja, Elia Renggina menelpon Wayan saat jam kerja dengan telpon Hotel, tentunya waktu pun sangat terbatas.Wayan hidup dalam kontrakan di Jalan Cendrawasih Makassar, saat hubungan asmara mereka dengan Elia Renggina, kala itu Elia Renggina seorang gadis penuh perhatian serta menerima Wayan seorang pemuda apa adanya.
Tahun 1995, saat itu, Wayan melihat sosok pribadi Elia Renggina seorang gadis Toraja memiliki pribadi yang sederhana, Wayan mengenal Elia Renggina ketika masih kuliah disalah satu perguruan tinggi di Makassar. Melihat pribadi Renggina yang sederhana membuat Wayan tertarik pada Renggina.
Jalinan kasih mereka terus berjalan,
satu-satunya komunikasi, saat itu yang bisa mereka gunakan melalui jasa komunikasi lewat Wartel (warung telpon). Saat itu berbeda keyakinan rupanya tidak menjadi halangan bagi mereka. Elia Renggina dengan kesabaran serta ketekunannya secara pribadi mengenalkan pribadi Tuhan Yesus agar Wayan mengikuti pribadi Tuhan sebagai Juru Selamatnya.
Wayan terus dibimbing oleh Elia Renggina agar mau ikut Tuhan, pada akhirnya tahun 1996 secara pribadi Wayan pada akhirnya bersedia ikut Tuhan serta menerima Tuhan Yesus lewat Babtisan. Resmi sejak Wayan mengakui Yesus sebagai Juru Selamat nya mereka harus melepaskan Agama leluhur mereka. Kendati saat itu mereka masih berstatus pacaran, namun Wayan bersedia terima Tuhan Yesus sebagai Juru selamat nya secara pribadi.
(BERSAMBUNG,kisah nyata,”Gincu Merah Yang Palsu,” Bagian 2).