JAKARTA, Beritalima.com– Masjid Besar Ainul Yaqin Sunan Giri, Gresik, Jawa Timur punya arti yang penting buat Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, karena menjadi saksi sejarah perjalanan spiritual seorang LaNyalla.
Di Masjid kompleks Makam Sunan Giri itu, LaNyalla banyak menghabiskan waktu mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Saat berusia 27 tahun, Ketua DPD RI 2019-2024 itu memulai titik balik transformasi kehidupan spiritual. Berawal saat dia menjadikan Masjid Sunan Giri sebagai ‘tempat tinggal’ sementara.
Kisaran 1986-1987, Senator Jawa Timur itu banyak menghabiskan waktu untuk beribadah di Masjid Sunan Giri, 45 km sebelah Barat Kota Surabaya. LaNyalla yang berdomisili di Surabaya, bahkan sempat menginap 40 hari dengan tidur di atap masjid.
Selama itu, LaNyalla menyendiri berkhalwat dengan sang Pencipta. Dia berzikir, melakukan ritual wajib dan sunah untuk menempa diri menjadi manusia dengan sisi pribadi spiritual yang baik.
Zainul Fuad menjadi saksi hidup perjuangan spritual pria kelahiran 10 Mei 1959 itu. Hanya Zainul yang mengetahui LaNyalla tinggal di menara Masjid Sunan Giri saat sedang berkhalwat. “Di atas atap sampai 40 hari, tapi ndak ada yang tahu, kecuali saya. Penjaga juga ndak tahu,” cerita Zainul dengan logat khas Gresik.
Zainul pula yang membantu LaNyalla. Ia yang membawakan makanan buat LaNyalla sahur dan berbuka. Menurut LaNyalla, melakukan puasa 40 hari sebagai salah satu cara yang ditempuhnya dalam berkhalwat. “Makanan saya yang kirim. Karena belum ada air mineral botolan, ya saya pakai kendi isi air mateng, sama nasi bungkus,” kata Zainul yang tinggal tak jauh dari Kompleks Pemakaman Sunan Giri.
Selama tinggal di masjid, LaNyalla tidur di bawah bedug. Balok tiang bedug itu yang menjadi tumpuan untuk bantal tidur pria yang kini menjadi pucuk tertinggi pimpinan DPD RI itu.
Saat itu LaNyalla belum menjadi apa-apa. Di balik kesuksesannya kini, LaNyalla pernah menjadi sopir angkot dan bekerja serabutan. Bahkan dia juga sempat dikenal ‘hidup’ di dunia malam. Padahal, dia hanya berusaha merangkul teman-temannya agar rajin beribadah. Hal itu dilakukan LaNyalla sebagai salah satu cara dia berdakwah.
Selama berkhalwat, LaNyalla berdoa dan terus berzikir agar kehidupannya bisa lebih baik. Bahkan dia juga pernah berjalan kaki berziarah ke makam Walisongo di berbagai daerah yang berlangsung berbulan-bulan.”Ia berdoa, memang dia masih nol, belum ada kerjaan. Dia minta kepada Allah supaya diberikan kerjaan dengan baik, dengan berkah, pokoknya dia minta bekerja yang baik,” tutur Zainul.
Selama tinggal di masjid, LaNyalla berusaha bersosialisasi dengan warga sekitar. Ia juga punya misi untuk merangkul pemuda kampung yang dicap warga sebagai preman. Tentu itu merupakan tantangan besar karena tidak mudah dilakukan.
Namun LaNyalla tak gentar. Pengusaha yang meniti hidup dengan penuh kelok itu mengumpulkan keberanian untuk membimbing pemuda ‘sesat’ agar lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan cara memperbaiki ibadah.
Niat baiknya juga tak mudah diterima warga. LaNyalla banyak menemukan penolakan, apalagi sempat ada kesalahpahaman karena dia dianggap mempraktikkan ajaran Islam yang menyimpang. LaNyalla juga dianggap sebagai ketua preman karena sering bergaul dengan pemuda-pemuda nakal.
Menurut Zainul, LaNyalla bahkan sempat diusir warga. “Tantangan itu luar biasa dari masyarakat. Salat di masjid diusir, dimatikan lampu karena ada kesalahpahaman. Bapak dikeluarkan, tapi Bapak menerima, akhirnya datang lagi 1989,” kata Zainul.
LaNyalla kemudian membuktikan diri, 1989 pria yang lahir dari keluarga Bugis itu membuat pameran dagang dengan nama Kreativitas Anak Muda Indonesia (KAMI). Sayang, pameran pertama LaNyalla gagal dan sempat membuatnya bangkrut sampai terlilit hutang.
Namun, LaNyalla tidak patah arang. Dia tidak gentar dengan kegagalannya dan tetap menekuni dunia usaha. Di tahun 1990, mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jatim ini kembali membuat pameran dengan mendapat sponsor besar. Ia mengubah nama pamerannya dengan brand ‘Surabaya Expo’.
Pameran yang digagas LaNyalla sukses. Bahkan Surabaya Expo menjadi agenda tahunan hingga awal 2000. LaNyalla kemudian kembali ke Masjid Sunan Giri. Ia juga meyakinkan warga, apa yang dia dilakukan semata-mata untuk kebaikan masyarakat.
“Bikin pameran kan Bapak, tahun ’91 jaya Bapak. Akhirnya orang-orang sini tahu kalau Bapak itu benar-benar orang baik. Karena terkenalnya itu kan Bapak preman gitu. Padahal Bapak membimbing preman. Ada orang nakal dirangkul, dikasih nasihat, diajak ke masjid salat. Tapi dianggap masyarakat Bapak ketua preman,” papar Zainul terkekeh.
Sejak saat itu, LaNyalla diterima dengan baik warga sekitar Masjid Sunan Giri. LaNyalla juga menjadikan Masjid Sunan Giri ‘rumah’ keduanya. “Saat masih tinggal di Surabaya. Bapak ke sini malam-malam. Jam setengah 12, pulang subuh. Memang bapak itu senang puasa, senang salat,” kata dia.
Meski saat ini LaNyalla tinggal di Jakarta karena kesibukan pekerjaannya, ia masih menyempatkan datang ke Masjid Sunan Giri. LaNyalla juga selalu berkontribusi guna peningkatan Masjid Sunan Giri dan warga sekitar, walau dilakukan dari jauh.
Salah satu yang dilakukan LaNyalla adalah dengan membangun pusat pendidikan agama Islam, yaitu Taman Pendidikan Al-Qur’an atau Al-Qur’an Learning Center di area Masjid Sunan Giri. LaNyalla juga sering memberi bantuan sosial kepada warga sekitar.
“Bangunan di sini Bapak pasti bantu, Bapak selalu ke sini. Bapak kalau ada rezeki pasti bantu. Sekolahan sini itu Bapak bantu. Madrasah banyak sekali bantuan dari Bapak. karena saya yang dipercayakan, jadi saya tahu. Warga juga sering dibantu,” ungkap Zainul.
Atas pengabdian LaNyalla, banyak warga di sekitar Kompleks Pemakaman Sunan Giri yang menjadi simpatisannya. Apalagi saat LaNyalla memimpin ormas Pemuda Pancasila Jawa Timur, dia banyak mendukung anggotanya untuk menjadi pengusaha atau entrepreneur agar kehidupan mereka menjadi lebih mapan. “Saya itu juga salah satu bimbingan Bapak. Saya orang sini asli. Saya bersyukur ketemu Bapak, dibimbing Bapak,” tutup Zainul. (akhir)