SURABAYA, Beritalima.com-
Kelompok Kuliah Kerja Nyata Belajar Bersama Komunitas (KKN BBK) Universitas Airlangga (Unair) di Desa Pacet turut mencari solusi untuk mengatasi limbah melalui suatu inovasi.
Mereka melakukan upaya edukasi dan aksi pembuatan lilin aromaterapi dari limbah rumah tangga berupa minyak jelantah.
Mereka adalah Ikhsanda Firli (FIB), Kaneisyah Aisyshafwah Sugiarto (FV), Kania Milka Adellweis Mulia Bangun (FISIP), Septiawan Nur Afifuddin (FISIP), Haniva Hasnah Teddy (FPsi), Muhammad Rizqy Kennedy Yudhistira (FIB), Galuh Shalwa Rojabi (FKP), Eliza Tri Yuniar (FKP), Muhammad Raihan Kuncoro (FV), dan Muhammad Hanif (FTMM).
Kelompok KKN BBK di Desa Pacet mengajak masyarakat untuk mengolah dan memanfaatkan limbah atau sampah melalui 3R (Reduce, Reuse, & Recycle).
Antusiasme Masyarakat terhadap Inovasi
Sanda, salah satu anggota kelompok KKN BBK di Desa Pacet, menjelaskan bahwa desa tersebut telah memiliki sistem dan kelompok pekerja yang melakukan pemilahan sampah.
Namun, sampah dibuang begitu saja tanpa pengolahan ataupun pemanfaatan lebih lanjut. Oleh karena itu, ia bersama kawan-kawan menginisiasi sebuah inovasi pemanfaatan limbah.
Kelompok KKN BBK Desa Pacet mengadakan workshop edukasi pengelolaan limbah di Balai Dusun Made Desa Pacet, Mojokerto pada Minggu (21/7/2024).
Bersama Echa, Sanda memandu kegiatan tersebut dengan penuh semangat. Mereka memberi edukasi terkait pengelolaan limbah melalui 3R (Reduce, Reuse, & Recycle). Tidak hanya edukasi, mereka juga mengajak peserta untuk turut serta dalam demonstrasi pembuatan lilin aromaterapi dari minyak jelantah.
“Masyarakat memiliki antusias yang tinggi. Mereka aktif bertanya seputar proses pembuatan lilin aromaterapi, baik saat demo berlangsung maupun setelah acara usai. Kami turut senang melihat ketertarikan masyarakat akan produk inovasi tersebut,” ujar Sanda.
Eksperimen Pembuatan Lilin Aromaterapi
Sanda mengaku bahwa kelompoknya sempat memperoleh tantangan dalam menginisiasi produk inovasi olahan limbah. Tantangan tersebut berkaitan dengan rincian dan panduan pembuatan lilin aromaterapi yang belum tersedia secara komprehensif di internet.
Untuk mengatasinya, mereka melakukan beberapa eksperimen pembuatan hingga berhasil menghasilkan produk lilin aromaterapi yang siap digunakan.
“Untuk eksperimen pertama, kami melakukan riset penetralan minyak jelantah, agar tidak bau dan berwarna gelap. Kami mencampurkan minyak jelantah dengan arang dan mendiamkannya selama semalam penuh. Proses tersebut berhasil menghilangkan bau dan menjernihkan warna minyak jelantah,” ungkapnya.
Setelah berhasil melakukan penetralan, Sanda bersama kelompok melakukan eksperimen untuk menemukan takaran dari masing-masing bahan pembuatan.
Pada awalnya, mereka sempat mengalami kegagalan akibat memasukan stearic acid terlalu banyak. Namun, akhirnya mereka memperoleh takaran yang tepat untuk pembuatan lilin aromaterapi dari minyak jelantah.
“Akhirnya kami menggunakan 7 sendok makan stearic acid, 100 gram krayon bekas sebagai pewarna, 200 ml minyak jelantah, dan sumbu lilin sepanjang 8 hingga 10 cm. Itu adalah takaran yang pas untuk membuat lilin aromaterapi berdasarkan eksperimen yang kami lakukan,” terang Sanda.
Melalui eksperimen tersebut, Sanda dan kawan-kawan mampu membagikan pengalaman dan mendemonstrasikan pembuatan lilin aromaterapi kepada masyarakat. Ia berharap hal tersebut menggerakkan masyarakat untuk melakukan pengolahan dan pemanfaatan limbah atau sampah.(Yul)