SURABAYA, Beritalima.com|
Munculnya klaster Corona (Covid-19) dari pabrik rokok PT HM Sampoerna, membuat Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya terlibat polemik hangat.
Berawal dari Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa yang menyebut respons lambat terkait penanganan awal risiko penularan Corona di pabrik tersebut. Padahal sejak 14 April 2020, pihak perusahaan telah melapor ke Dinkes Surabaya.
Sehari kemudian, Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, M Fikser yang juga Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Surabaya membantah tudingan Khofifah.
Menilik situasi tersebut, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Suko Widodo menilai polemik yang terjadi menunjukkan kalau sistem komunikasi antarlembaga pemerintahan tidak jalan.
“Adanya kesimpangsiuran informasi itu, baik saling membantah, saling klaim, menunjukkan lemahnya pola komunikasi antarlembaga di dalam pemerintahan, baik di Pemprov maupun Pemkot,” ujarnya, Rabu (6/5/2020).
“Jadi menurut saya harus dengan rendah hati untuk sama-sama melayani, biar (Pemprov dan Pemkot) enggak tawuran (berantem) terus,” sambungnya.
Suko mencontohkan, kalau Surabaya mengatakan sudah menyampaikan soal penyebaran Covid-19 di Sampoerna, nyatanya publik tidak tahu.
Padahal, menurut undang-undang terkait keterbukan informasi publik, kata Suko, “Publik wajib tahu, dan anda (pemerintah) memberitahukan dengan baik, misalnya gitu.”
Apakah itu artinya di balik polemik yang terjadi ada informasi yang disembunyikan soal klaster Sampoerna?
“Begini, saya menangkap munculnya data-data yang tak terduga itu menunjukkan bahwa tata kelola informasi yang dilakukan pemerintah tidak komprehensif, kok baru muncul,” katanya.
“Mungkin tidak disembunyikan, tapi mungkin malah enggak mengerti. Kalau disembunyikan itu masih pintar,” tandas Suko sambil tersenyum tipis.(yul)