AMBON,beritaLima – Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), Wahid Laitupa meminta Pemerintah Provinsi Maluku menjelaskan kembali terkait Permendagri Nomor 29 Tahun 2010 dan revisi Permendagri Nomor 56 Tahun 2015 serta Keputusan Gubernur Maluku Nomor 297 Tahun 2014 yang menetapkan beberapa wilayah perbatasan Maluku Tengah masuk dalam wilayah kekuasaan Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) seperti tanjung sial dan wai Tala.
Laitupa menilai keputusan Gubernur dan Permendagri itu adalah satu tindakan melawan hukum karena tidak Sejalan dengan Keputusan MK yang dikeluarkan dengar Nomor 123 tahun 2010 yang mana, putusan MK tersebut telah menetapkan Malteng sebagai pemenang dalam perkara dimaksud.
Anehnya lagi, kedua kebijakan itu dikeluarkan dan mencantumkan wai Tala dan diganti dengan wai Mala sehingga negeri waisa serta negeri sanahu masuk dalam wilayah SBB. Sama halnya dengan Wai Tala, di wilayah tanjung sial pun dilakukan hal yang sama. Karena itu Komisi A menilai, keputusan itu diterbitkan secara tiba-tiba, dan sangat melawan hukum alias fakta berbanding balik.
“Sebagai Ketua komisi dan ketua DPD PAN Malteng saya meminta kepada gub maluku yang nota bene sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah sebagaimana di atur dalam uu no 23 thn 2014 sangat jelas kemudian uu no 30 thn 2012 tentang administrasi pemerintahan. Jadi hal ini harusnya menjadi perhatian serius terhadap berbagai kebijakan yg di lakukan oleh gubernur atas sengketa tapal batas oleh pemerintah kab Malteng dan kab SBB,”kata Laitupa kepada media ini lewat telephon selulernya Jumat (30/12/2016).
Selain Gubernur, Laitupa juga meminta peran DPRD Maluku sebagai lembaga pengontrol kerja eksektif di tingkat daerah untuk lebih teliti dalam menerima dan menyetujui sebuah kebijakan Eksekutif serta lebih mengedepankan netralitas alias tidak mengedepankan kepentingan orang per orang ataupun golongan. .
“Saya juga meminta agar DPRD Prov maluku tidak berpihak atas kasus sengketa tersebut. Secara jujur kami sangat menyayangkan terhadap persoalan sepeleh yang tidak dapat diselesaikan oleh pepmrov maluku, sebenarnya ada dengan kasusu ini. saya jadi heran 13 DOB persiapan Gampang untuk disepakati bersama dalam bentuk persetujuan melalui paripurna DPRD Prov Maluku walaupun belum sebagian terpenuhi syarat normatif,”ujarnya.
Laitupa menanantang Pemerintah Provinsi dan DPRD dengan mengatakan, jika untuk memekarkan sebanyak 13 DOB saja bisa dilakukan apalagi hal sekecil tapal batas yang ruanglingkupnya hanyabdemikan kecil jika dibandingkan dengan tapal batas tersebut.
“Jika 13 DOB Bisa menjadi langkah” kebijakan yg di lakukan kenapa tapal batas tidak menjadi agenda penting untuk ditetapkan melalu Paripurna..pada hal Jelas bahwa keputusan MK no 123 /2010 sangat jelas dan terhadap permendagri no 29 thn 2010 maupun permendagri no 56 thn 2015 merupakan suatu kejahatan Hukum di mana permendagri tersebut tidak sesuai dengan keputusan MK no 123,”kata dia membandingkan.
Dia juga menjelaskan bahwa saat ini Komisi yang dipimpinnya itu tengah diperhadapkan dengan tuntutan masyarakat Jazirah yang menuntut untuk dimekarkan.
Untuk itu, sebagai ketua komisi A dan selaku anak adat Jazirah, pihaknya sangat kecewa terhadap hak wilayah adatnya di Tanjung sial yang juga ikut di alihkan ke daerah SBB.
“Saat ini kami diperhadapkan dengan tuntutan rakyat untuk pemakaran Jasirah Leihitu dengan harapan bahwa daerah Tansil yg menjadi sengketa hukum dan dimenangkan oleh kab Malteng namun tak disangka dengan lahirnya permendagri Nomor 56/2015 itu menjadi tuntutan baru bagi Mereka,”jelasnya.
Dengan demikian, dia meminta pemprov Maluku untuk menyampaikan ke publik terutama kepada masyarakat Jasirah bahwa tahapan pemekaran dusun menjadi desa pada wilayah Taniwel selatan, dan apakah hal tersebut boleh diajukan oleh pemda Malteng ataukah tidak.
“Publik harus tahu tentang persoalan ini, Saya berharap agar DPRD Prov maluku juga harus memngil pemprov maluku untu di mintai penjelasan atas kebijakan melalu pp gub maluku no 297 thn 2014 tersebut,”Pintanya.
Jika tidak segera dijawab pemprov, Laitupa menegaskan, selaku ketua Komisi A dan selaku ketua DPD PAN di kabupaten itu, dirinya memastikan akan menyampikan persoalan tersebut dengab menyurati langsung ke DPP PAN dan Komisi II DPR RI guna mempertanyakan persoalan tersebut.
“Melalui media ini pula kami sampaikan bahwa selaku ketua DPD PAN Kab Malteng akan menyurati DPP PAN dan KOMISI II DPR RI terkait dengan kontroversi hukum atas tapal batas tersebut”terang Laitupa.(Mukaddar)