SURABAYA, beritalima.com – Polemik pembatasan maksimal tiga Kartu Keluarga (KK) dalam satu alamat akhirnya menemukan titik terang. Komisi A DPRD kota Surabaya sepakat merekomendasikan pencabutan Surat Edaran (SE) Sekda Nomor 400.12/10518/436.7.11/2024 yang selama ini menjadi sorotan warga.
Kesepakatan tersebut diputuskan dalam rapat dengar pendapat bersama warga Simolawang, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil), serta Komisi A DPRD kota Surabaya.
Anggota Komisi A DPRD kota Surabaya, Mohammad Saifuddin, menegaskan bahwa SE tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang jelas karena sifatnya hanya bersifat internal. Oleh sebab itu, pihaknya mendorong agar aturan diganti dengan Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Wali Kota (Perwali).
“Kenapa harus diganti Perda atau Perwali? Karena aturan itu harus jelas dan mengikat secara hukum. Surat edaran tidak bisa disebut produk hukum,” kata Saifuddin.
Menurutnya, Dispendukcapil sudah menargetkan pengajuan Raperda Administrasi Kependudukan pada Oktober 2025. Raperda tersebut akan dibahas melalui mekanisme Banmus dan Panitia Khusus (Pansus), serta melibatkan banyak pihak.
Sementara itu anggota Komisi A Azhar Kahfi, menyambut baik keputusan tersebut. Ia menilai pencabutan SE menjadi kabar baik bagi warga yang selama ini merasa haknya dibatasi.
“Alhamdulillah, dengan dicabutnya SE ini warga akhirnya mendapat kepastian hukum. Ke depan, kita harus menata pelayanan publik agar tidak lagi menimbulkan masalah turunan,” ujarnya.
Menurut Ketua Komisi A DPRD kota Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko atau akrab disapa Cak Yebe, menegaskan pihaknya sudah mendengar aspirasi warga dan mempertimbangkan penjelasan Pemkot Surabaya. Hasilnya, Komisi A resmi merekomendasikan pencabutan SE serta penyusunan perda baru yang lebih komprehensif.
Dalam rapat tersebut, Komisi A menyepakati empat poin utama:
Mencabut SE Sekda Kota Surabaya tentang layanan pecah KK.
Meminta Pemkot segera mengajukan Raperda atau Perwali terkait administrasi kependudukan.
Menjamin pelayanan dokumen kependudukan berjalan maksimal, baik secara de jure maupun de facto.
Melibatkan DPRD dalam penyusunan kebijakan administrasi kependudukan.
Cak Yebe berharap ke depan Perda baru bisa menjadi solusi permanen sekaligus memberikan kepastian hukum bagi masyarakat Surabaya.
“Dengan adanya perda, Pemkot memiliki payung hukum yang jelas untuk memastikan pelayanan administrasi kependudukan berjalan transparan dan adil,” tegasnya.(Yul)








