JAKARTA, Beritalima.com– Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dr Hj Hetifah Sjaifudian mengatakan, Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ketua Umum Himpunan Psikologi Indonesia dan jajaran untuk pendalaman subtansi Rancangan Undang-Undang (RUU) Praktik Psikologi sebelum dibahas Panitia Kerja (Panja).
RDPU yang digelar secara fisik dan virtual. Hadir dalam RDPU itu antara lain Ketua Umum Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi), Seger Handoyo, Anggota Majelis Psikologi Pusat Himpsi, Enoch Markum, Hatta Albanik, Dekan Fakultas Psikologi UGM, Faturochman, Dekan Fakultas Psikologi Unpad, Zahrotur Rusyida Hinduan, Dekan Fakultas Psikologi UI, Tjut Rifameutia Umar Ali Dekan Fakultas Psikologi UI, dan Direktur Lembaga Psikologi Terapan UI, Ari Kartika Dewa.
Pimpinan RDPU, Hetifah mengatakan, ini dalam rangka pendalaman substansi RUU Praktik Psikologi sebelum dibahas Panja mengingat proses penyusunan draf RUU tentang Praktik Psikologi sampai menjadi RUU Usul Inisiatif DPR RI.
Dalam hal ini Komisi X mendapatkan tugas dari Pimpinan DPR RI untuk melalukan pembahasan. Pendalaman dilakukan mengenai urgensi RUU Praktik Psikologi, arah dan jangkauan pengaturannya.
Merespon beberapa hal tersebut, Tjut Rifameutia berpandangan mengenai urgensi pembentukan RUU Praktik Psikologi antara lain perlindungan psikolog yang ingin melakukan praktik, dimana hal itu akan berdampak kepada masyarakat.
Selain itu, dengan disahkannya profesi psikologi melalui payung hukum UU, akan membantu organisasi psikologi Indonesia di mata organisasi dunia. “Karena selama ini, profesi psikolog belum diakui secara sah oleh negara,” papar dia.
Seger menambahkan, profesi psikologi sudah disebut dalam berbagai UU lain. Setidaknya dalam 10 UU Indonesia sudah menyebut profesi psikolog, diantaranya pemilihan Kepala Daerah seperti UU Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota No: 10/2016.
“Sayangnya, belum ada payung hukum tentang praktik psikologi sehingga belum ada standar dalam praktik yang diamanatkan dalam UU,” tambah Seger.
Pada kesempatan itu, Hetifah yang juga legislator dapil Kalimantan Timur sepakat dibutuhkan perlindungan bagi profesi psikolog yang berdampak kepada masyarakat luas.
“Saya mendapat informasi, ada oknum yang tak bertanggung jawab terkait praktek psikologi diantaranya mencampuradukkan psikologi dengan tarot dan face reading, membocorkan soal dan mengajari cara mengisi tes psikologi bagi calon peserta tes CPNS atau BUMN. Karena itu, dibutuhkan payung hukum yang mengatur secara jelas terkait praktik psikologi agar para psikolog dan masyarakat luas dapat lebih terlindungi,” papar dia.
Hetifah menyampaikan apresiasi atas berbagai masukan dari ahli yang sangat berharga bagi Komisi X sebelum melakukan tahap pembahasan RUU. “Penjelasan, pandangan dan masukan ini akan menjadi bahan pertimbangan bagi kami, Komisi X DPR RI,” demikian Dr Hj Hetifah Sjaifudian. (akhir)