Komisi X Nilai Kasus Perundungan di Sekolah Sudah Darurat Pendidikan

  • Whatsapp
Anggota Komisi X DPR Agung Widyantoro: kasus perundungan di sekolah sudah darurat pendidikan (foto: istimewa)

Jakarta, beritalima.com| – Anggota Komisi X DPR RI Agung Widyantoro memperingatkan meningkatnya kasus perundungan, intoleransi, dan kekerasan di sekolah maupun kampus sudah masuk kategori darurat pendidikan.

Fenomena tersebut, yang kian marak di media sosial dan pemberitaan, ucapnya, menunjukkan kegagalan sistemik yang tak bisa lagi dipandang sebagai insiden sporadis.

Dalam wawancara sebelum rapat paripurna,(25/11), Agung menyampaikan Komisi X baru saja gelar Rapat Dengar Pendapat dengan kementerian terkait pembahasan RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Menurutnya, undang-undang baru wajib memastikan adanya regulasi jelas, tegas, dan memiliki daya paksa tangani tindakan kekerasan di lingkungan pendidikan.

“Kita perlu aturan yang tegas. Kalau tidak ada sanksi, mustahil akan menimbulkan efek jera—baik bagi orang tua, siswa maupun mahasiswa,” ujar Agung. Ia ingin norma hukum harus mampu mengatur mekanisme penanganan perundungan yang menimbulkan rasa tidak aman, trauma, luka berat, bahkan kematian.

Agung menilai pendekatan berbasis nota kesepahaman antara kementerian dan aparat penegak hukum yang selama ini menjadi andalan sudah tak relevan lagi.

“Sampai kapan kita mengandalkan nota kesepahaman? Itu tidak lagi memadai. Harus ada norma yang jelas dan sanksi yang dijatuhkan meski administratif atau denda. Tapi jika sampai menghilangkan nyawa atau menimbulkan luka serius, kita harus tegas. Tidak ada permakluman,” kritiknya.

Selain aspek regulasi, Agung menekankan akar masalah perundungan juga tidak lepas dari pola asuh di rumah. Toleransi berlebihan terhadap kesalahan anak, katanya, justru menumbuhkan perilaku agresif yang terbawa ke lingkungan sekolah.

Tak hanya siswa, Agung mengingatkan guru dan dosen pun turut rentan menjadi korban kekerasan. Ia menuntut agar RUU Sisdiknas memberikan payung hukum jelas untuk tenaga pendidik, agar mereka dapat menjalankan tugas tanpa rasa takut.

Sorotan kritis Agung memperlihatkan, pemerintah dan DPR berada pada persimpangan penting: apakah RUU Sisdiknas benar-benar akan menjadi jawaban atas meningkatnya kekerasan di sekolah, atau justru kembali hanya menjadi dokumen normatif tanpa daya paksa.

Masyarakat kini menunggu apakah pembuat kebijakan berani memasukkan sanksi tegas dan mekanisme perlindungan komprehensif agar dunia pendidikan tak lagi menjadi ruang yang membahayakan bagi peserta didik maupun tenaga pendidik.

Jurnalis: rendy/abri

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait