JAKARTA, Beritalima.com– Dalam kondisi pandemi wabah virus Corona (Covid-19) melanda seluruh provinsi dan lebih 260 kabupaten/kota di tanah air, DPD RI sebagai wakil daerah harus memaksimalkan peran dalam merespon dampak dari virus mematikan ini. Artinya, DPD RI harus hadir di tengah-tengah masyarakat di provinsi itu terutama saat daerah terlihat kewalahan menghadapi pandemi ini.
Hal itu dikemukakan Guru Besar Institut Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dan Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komite I DPD Ri secara virtual pekan ini. “Stop birokrasi yang bertele-tele di masa pandemi Covid-19 ini, terutama di pemerintah daerah. DPD RI harus meningatkan Pemda soal ini,” tegas Djohermansyah yang pernah menjabat Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri ini.
RDPU ini membahas dampak Covid-19 terhadap Pemerintahan Daerah, Pilkada serentak dan Pemerintahan Desa. RDPU yang digelar secara virtual itu dipimpin Wakil Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi, senator Dapil Aceh. Turut dalam RDPU itu, sejumlah anggota Komite I DPD RI termasuk Ketua Komite I, Agustin Teras Narang dan Wakil Ketua, Dr Abdul Kholik.
Dari kedua narasumber itu, Komite I memandang ada permasalahan yang menjadi catatan terkait dampak pandemi Covid-19 terhadap Pemerintahan Daerah yang perlu mendapat perhatian, antara lain pentingnya memperkuat koordinasi dan sinergitas Pemerintah Pusat, Gubernur, dan Bupati/Walikota.
Sebagaimana disampaikan Fachrul diakhir RDPU, Komite I melihat Gubernur dan Bupati/Walikota sejatinya memegang kendali penanganan Covid-19 dengan merangkap sebagai Ketua Satgas di daerah dan Presiden menjadi Ketua Satgas pusat. “Presiden memegang kewenangan pemerintahan umum sebagaimana diatur UU 23/2014. Presiden sesungguhnya menjadi panglima perang melawan wabah Covid 19 dengan memegang Jabatan Ketua Satgas,” tegas dia.
Permasalahan lain yang disorot Komite I berdasarkan masukan kedua nara sumber itu adalah kapasitas fiskal daerah beragam dan ketergantungan terhadap Pusat menyebabkan tersedotnya anggaran daerah untuk alokasi penanggulangan Covid-19 termasuk alokasi dana untuk pelayanan publik dan pembangunan.
Dalam RDPU itu, kedua nara sumber dan Komite I juga menyoroti hal yang harus menjadi perhatian dalam memberikan pertimbangan terhadap penundaan pelaksanaan pilkada serentak. Sorotan tajam diarahkan pada soal payung hukum apa yang perlu disiapkan; keselamatan petugas penyelenggara di lapangan; partisipasi masyarakat dalam pilkada.
Soalnya, fokus masyarakat pada pandemi Covid-19, bukan isu-isu politik; tahapan teknis pilkada seperti pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih, kampanye dan pemungutan suara, akan bertabrakan dengan protokol pencegahan Covid-19 atau yang dikenal dengan sebutan physical distancing; perubahan Daftar Pemilih khususnya bagi pemiliih pemula; masa jabatan Kepala Daerah, dan tentu saja soal anggaran.
Dari RDPU ini terungkap Komite I bakal menanyakan kepada KPU, Bawaslu, dan Mendagri tentang wacana penyatuan UU Pilkada dengan UU Pemilu menghadapi dampak Covid-19 bagi pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 ini.
Berkaitan dengan dampai pandemi Covid-19 terhadap Desa, dari RDPU itu, Komite I perlu memperhatikan dampak pandemi Covid-19 bagi desa mencakup Dana Desa yang tersedot penanggulangan Covid-19; refocussing APB Desa ke program kesehatan, permasalahan mudik penduduk karena PHK dan alasan lainnya sehingga percepatan pembangunan desa menjadi tidak maksimal.
“Kini DPR senyap sekali terhadap kebijakan pemerintah. Responnya kecil. Maka DPD RI harus ambil peran maksimal dengan berfokus pada kebijakan pemerintah pusat yang terkait dengan kepentingan pemerintahan daerah dan desa,” tutup Siti Zuhro. (akhir)