JAKARTA, Beritalima.com– Walau konstitusi dan sejumlah UU telah menjamin hak masyarakat hukum adat, tetapi praktiknya ketentuan itu belum dipenuhi. Masih banyak masyarakat hukum adat yang kehilangan wilayahnya karena masuk dalam konsesi seperti perkebunan dan pertambangan.
“Hak-hak masyarakat hukum adat masih terancam dan belum mendapat perlindungan yang memadai,” kata Ketua Komite I DPD RI, Agustin Teras Narang dalam audiensi dengan Jaringan Informal Pemerhati Isu Masyarakat Adat untuk membahas kebutuhan pengesahan RUU Masyarakat Adat yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 di ruang rapat Komite I DPD RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/1).
“Selama ini peraturan perundang-undangan mengenai masyarakat adat cenderung menitikberatkan kepada sisi subyek masyarakat adat yaitu pengaturan, sedangkan DPD RI memfokuskan kepada obyek dari masyarakat adat, yaitu hak-hak yang melekat pada masyarakat adat,” kata Teras.
Ditinjau dari substansi, RUU tentang perlindungan hak masyarakat adat inisiatif dari DPD RI memuat empat arah utama. Pertama RUU itu harus berpedoman pada UUD NRI Tahun 1945, memfokuskan pada obyeknya yaitu keberagaman hak-hak masyarakat adat, memperhatikan mekanisme perlindungan utamanya hak masyarakat adat yang bersifat publik dan privat, juga mengoptimalkan kelembagaan yang ada tanpa membentuk lembaga baru melalui Menteri Koordinator.
“Agar efektif dalam RUU itu perlu dioptimalkan peran Kementerian Kordinator yang membidangi urusan pemerintahan di bidang perlindungan hak masyarakat adat dengan mengkordinirkan seluruh kementerian yang menyelenggarakan urusan tersebut,” lanjut dia.
Pusat Kajian Etnografi Komunitas Adat (Pustaka), R Yando Zakaria memaparkan tiga alasan perlunya RUU Hak Masyarakat Adat segera disahkan pemerintah. Ada tiga alasan, pertama secara yuridis masyarakat adat itu disebutkan dalam konstitusi UUD 1945 dan menjadi salah satu sumber hukum nasional, secara filosofis tidak seluruh urusan kehidupan sehari-hari warganegara harus diatur oleh negara dan punya kemampuan mengurus dirinya sendiri, kemudian secara sosiologis Indonesia adalah masyarakat majemuk, negara harus turun tangan mengatur keseimbangan tatanan masyarakat majemuk itu.
Senator Kalimantan Barat, Maria Goretti menegaskan, RUU Masyarakat Adat harus segera disahkan dan sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada masyarakat adat.
“Saya melihat, sekarang bola ada di pemerintah untuk menyetujui RUU ini, bukan di legislatif lagi karena sudah dibahas tiga periode. Saya tekankan, jika negara tidak hadir untuk melindungi masyarakat adat, siapa lagi yang mampu, masyarakat adat sangat membutuhkan pengakuan dari pemerintah,” demikian Maria Goretti. (akhir)