JAKARTA, Beritalima.dom– Komite II DPD RI memberikan pandangan dan masukan atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Undang-Undang No: 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) dalam virtual meeting dengan Komisi VII DPR RI, Senin (27/4).
Ketua Komite II DPD, RI Yorrys Raweyai melihat pada RUU Minerba perlu melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Ini penting dinormakan di bagian ketentuan umum, dengan ketentuan BUMDes.
“Penambahan ketentuan umum tentang BUMDes sangat penting. Karena BUMDes perlu memiliki peranan yang khusus dalam usaha pertambangan Indonesia,” ucap Yorrys didampingi Wakil Ketua Komite II DPD RI, Abdullah Puteh, Hasan Basri dan Bustami Zainudin.
Pada kesempatan tersebut, Komite II DPD RI mengusulkan penambahan pasal terkait kontrak bagi produksi. Untuk itu perlu menormakan satu ayat yang didefinisikan sebagai bentuk kerjasama antara BUMN dan BUMD dengan pihak lain untuk melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi mineral dan batubara di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia. “Kontrak bagi produksi penting dinormakan untuk memberikan kesempatan yang besar bagi BUMN dan BUMD untuk mengelola wilayah pertambangan,” terang dia.
Terkait untuk pelestarian lingkungan, Komite II DPD RI menilai, dalam melakukan eksplorasi Sumber Daya Alam (SDA), khusunya mineral logam dan batu bara harus mempertimbangan aspek lingkungan dan sesuai dengan aspek tata ruang, kecukupan lahan, dan jumlah cadangan mineral logam.
“Regulasi terkait tanggung jawab konservasi seperti kerusakan hutan akibat pertambangan mineral dan batubara harus jelas dan tegas. Pemegang Izin Usaha Pertambangan harus memiliki kewajiban dalam merehabilitasi bekas tambang yang nantinya akan dijadikan irigasi dan pariwisata,” kata Yorrys.
Selanjutnya, aspek pelestarian lingkungan yang berkelanjutan harus diperhatikan dengan mempersempit ruang ekspansi pengerukan pertambangan secara besar-besaran. Dia mencontohkan, misalnya terdapat aturan jelas untuk tidak melakukan aktivitas pertambangan di wilayah sungai. “DPD RI menilai bahwa RUU Minerba harus memuat aturan konservasi cadangan mineral,” harap dia.
Komite II DPD RI juga memandang perlunya keterlibatan pengusaha kecil dalam usaha pengolahan dan pemurnian minerba. DPD RI menilai bahwa pembangunan smelter untuk pengolahan dan pemurnian minerba selama ini hanya menguntungkan kelompok usaha besar, pengolahan dan pemurnian mineral di daerah harusnya melibatkan BUMDes, UMKM, dan juga Koperasi.
“DPD RI menilai bahwa dengan melibatkan koperasi, UMKM dan BUMDes setempat akan dapat meningkatkan perekonomian wilayah setempat.”
Bustami Zainudin mengatakan, pasal 172 A ayat (1) RUU Minerba permohonan perpanjagan Izin Usaha Pertambangan operasi produk dilakukan paling cepat empat tahun dan paling lambat satu tahun sebelum masa kontrak habis.
Lalu pasal 172 A ayat (2) RUU Minerba menjelaskan permohonan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus operasi produk bisa diajukan paling cepat lima tahun dan paling lambat 1 tahun. DPD RI menilai aturan ini terkesan memudahkan pemegang Izin Usaha Pertambangan operasi produk dan Izin Usaha Pertambangan Khusus operasi produk untuk melakukan perpanjangan.
“Jadi bila masa berlaku Izin Usaha Pertambangan operasi produk dan Izin Usaha Pertambangan Khusus operasi produk yang telah habis. Maka dikembalikan kepada negara dan diproses lagi dengan cara lelang,” demikian Bustami Zainudin. (akhir)