Manokwari, Berita lima.com – Pemuda Indonesia mesti kembali meneguhkan komitmen terhadap Pancasila dan UUD 45 agar makin peduli menjalankan nilai kebangsaan.
Sebab selama ini, metode pengajaran Pancasila di sekolah mulai dari SD, SMP, SMA sampai Perguruan tinggi hanya hafalan dan tidak bertumpu pada penguatan realitas jatidiri bangsa.
Praktisnya, dalam kehidupan kebangsaan hari ini tampak jelas makin banyak pemuda terjebak dengan hedonisme dan individualisme berlebihan, sehingga banyak sekali pemuda tidak peduli kondisi bangsa Indonesia.
Situasi kekinian yang terjadi di bangsa dan negara tercinta belakangan ini menggambarkan kaum muda tak peduli lagi masalah kebangsaan. Fenomena ini bisa disebut sebagai tanda-tanda minimnya kesadaran pemuda Indonesia.
“Arus informasi yang masuk melalui media komunikasi yang ada sekarang begitu gampang memecah belah dan menimbulkan ancaman di masyarakat kita Kami, menilai kelemahan anak muda ini disebabkan kegagalan pendidikan Pancasila, sejarah dan pendidikan agama pada institusi pendidikan di seluruh bangsa dan negara Indonesia”
Pernyataan kritis membangun ini disampaikan Ketua GMNI Cabang Manokwari, Yosak Saroi melalui press release yang diterima media ini, Senin (05/06/2017)
Menurut Yosak, pendidikan yang diajarkan di institusi pendidikan cenderung bersifat hafalan bukan ranah aktual dan nyata pada masyarakat untuk mengamalkannya. Selain itu terus dibatasi pembagian waktu mengajar di sekolah-sekolah dan kampus.
“Padahal pemuda punya tenaga yang besar memajukan bangsa ini. Sehingga pemuda bangsa Indonesia menjadi lebih bijaksana menyikapi permasalahan bangsa dan negara karena bisa mengetahui jati dirinya sendiri sebagai sebuah bangsa,”
Momentum memperingati hari jadi Pancasila Pada 1 Juni 2017, Bangsa Indonesia akan merayakan peringatan hari lahir pancasila yang ke-72. Peringatan hari kelahiran Pancasila tahun ini tentu berbeda dengan sebelumnya.
Dengan adanya kebijakan pemerintah mulai 2016, pemerintah telah menetapkan1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila. Selain menetapkan 1 Juni sebagai Hari Kelahiran Pancasila, pemerintah juga menjadikan tanggal 1 Juni sebagai hari libur nasional.
Hal itu berdasar Surat Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 bertanggal 1 Juni 2016. Dalam bagian konsideran/menimbang Keppres 24 Tahun 2016 disebutkan bahwa Pancasila dicetuskan Bung Karno pada1 Juni 1945 di depan sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK).
Selanjutnya, rumusan itu berkembang menjadi Piagam Djakarta pada 22 Juni 1945 berdasar keputusan Panitia 9. Hingga akhirnya rumusan Pancasila menjadi teks final pada 18 Agustus 1945 dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai dasar negara.
Merujuk penjelasan Prof Notonegoro pada 31 September 1951 di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, pengakuan terhadap Pancasila 1 Juni 1945 bukan terletak pada bentuk formal di mana urut-urutan sila-silanya berbeda dengan sila-sila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Sebab, pengakuannya justru terletak pada asas dan pengertiannya yang tetap sebagai dasar falsafah negara.
Dari rumusan Pancasila yang disampaikan Bung Karno pada pidato1 Juni 1945 tersebut terdapat dimensi Ketuhanan yang menjadi salah satu prinsip bagi dasar Indonesia merdeka.
Bahkan dalam penjelasan tentang sila Ketuhanan tersebut, Bung Karno menjabarkan bahwa Bangsa Indonesia hendaknya menjadi bangsa yang bertuhan dan wajib menjalankan perintah Tuhan dengan cara yang leluasa dan saling menghormati.
Berdasar pandangan dan sikap dalam Pidato 1 Juni 1945 tersebut sangat jelas bahwa Bung Karno menolak konsep ateisme dan menginginkan Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang religius.
Bahkan, pembentukan Panitia 9 pada masa reses sidang BPUPK yang kemudian menghasilkan naskah Piagam Djakarta adalah atas prakarsa dan inisiatif pribadi Bung Karno. Prakarsa itu sebagai bentuk niat baik dan penghormatan beliau untuk menjaga keseimbangan antara golongan Islam dan kebangsaan pada waktu itu. (Charles)