JAKARTA, beritalima.com | Program Kartu Prakerja menuai banyak kritik. Mulai dari konsep, momentum, efektifitas, kualitas, hingga inefisiensi anggaran yang terindikasi tindak pidana korupsi. Namun Pemerintah bergeming.
Alasan Pemerintah, program Kartu Prakerja didesain menjadi program semi bantuan sosial karena diluncurkan di tengah pandemi Covid-19, dengan komponen pelatihan hanya 28 persen dari total manfaat yang diterima pendaftar.
Menyikapi hal tersebut, Koaliasi Masyarakat Sipil Anti Komersialisasi Kartu Prakerja (KOMPAK) mengatakan, memang ada aspek emergency untuk menyalurkan bantuan sosial bagi korban PHK dan pencari kerja yang terdampak pandemi Covid-19. Namun, Kartu Prakerja dan bansos adalah dua hal yang berbeda.
“Kartu Prakerja tujuannya untuk meningkatkan kompetensi (pencari) kerja. Isunya adalah kualitas dan efektifitas. Sementara bansos tujuannya mengatasi kedaruratan dan memenuhi kebutuhan dasar. Isunya adalah kecepatan dan ‘yang penting ada’. Keduanya ibarat minyak dan air. Tidak bisa menyatu. Maka mengherankan apabila Pemerintah menyatukannya, padahal cacat pikir,” jelas Arip Musthopa, Koordinator KOMPAK, di Jakarta, Kamis (28/05/2020).
Saat ini, lanjut Arip, Kartu Prakerja dilaksanakan dalam pola hubungan komersial (jual-beli) antara pelaksana dengan sasaran. Sasaran (peserta Kartu Prakerja) dengan bekal Rp. 1 juta dari APBN, belanja video pelatihan di platform digital yang berfungsi seperti mall atau marketplace video pelatihan. Video disediakan mereka atas kerjasama dengan lembaga pelatihan (content provider).
“Dengan pola hubungan seperti itu, maka peserta Kartu Prakerja merupakan captive market potensial yang diciptakan Pemerintah bagi platform digital selaku private business unit mitra resmi Kartu Prakerja,” bebernya.
Munculnya berbagai situs pelatihan daring gratis seperti www.prakerja.org, dan www.klikerja.com, jelas Arip, menandakan real cost pembuatan platform digital pelatihan daring tidak mahal. Karena tidak mungkin digratiskan kalau biayanya mahal. Secara teknologi juga tidak sulit, buktinya banyak yang bisa membuatnya.
“Jadi terlihat jelas, program Kartu Prakerja seperti proyek menyubsidi atau menyuapi platform digital (dan content provider). Potensi ada cashback atau profit sharing kepada pejabat berwenang sangat mungkin terjadi. Penegak hukum dapat menyelidikinya dengan cara follow the money,” tandasnya. (skr)