Kompetisi Liga Diistirahatkan, Ibnu Grahan Support Anak Merintis Bisnis Warung Kopi

  • Whatsapp
Tim Persebaya jurara Piala Utama 1990. Ibnu Grahan berdiri paling kiri.

SURABAYA, Beritalima.com | Penggemar Persebaya di era tahun 1986-1997 pasti mengenal nama Ibnu Grahan. Mantan kapten tim Persebaya ini ikut mengantarkan Persebaya ketika menjuarai kompetisi PSSI Perserikatan 1987 dan Piala Utama 1990.

Setelah pensiun sebagai pemain, Ibnu Grahan banting setir menjadi pelatih. Selain pernah menjadi pelatih Persebaya, ia juga sempat dipercaya menangani Persela Lamongan dan Bhayangkara FC.

Terakhir, mantan gelandang serang Persebaya ini menjadi pelatih klub Liga 3, Musi Banyuasin (Muba) United. Bahkan, klub ini kemudian tampil sebagai juara kompetisi Liga 3 2019 untuk wilayah Sumatera Selatan (Sumsel).

Setelah itu, Arek Tambaksari, Surabaya, ini hijrah ke Pati, Jawa Tengah. Dia menangani Akademi Sepakbola, yaitu Safin Pati Football Academy sekaligus melatih Persipa Pati berlaga di kompetisi Liga 3.

Sayangnya ketika sedang mulai persiapan, Indonesia terserang Covid-19, sehingga Ibnu terpaksa “balik kucing” ke Kota Pahlawan. “Sekarang saya lebih banyak istirahat di rumah, mensupport anak yang lagi merintis bisnis warung kopi,” kata Ibnu Grahan ketika ditemui di rumahnya di kawasan Jl Rangkah, Tambaksari, Surabaya, Senin (15/6/2020).

Dua anaknya yang dimaksud adalah Yuhansyah Primaditya dan Erliga Danelo Ramadan. Sebelum merintis bisnis warung kopi, putra sulungnya Yuhansyah sempat bekerja di sebuah perusahaan kontraktor di Jakarta. Sedang sang adik, Erliga Danelo, masih kuliah di sebuah perguruan tinggi di Surabaya.

“Karena ada pandemi Covid-19, Yuhansyah balik ke Surabaya dan kemudian buka warung kopi bersama adiknya,” terang kapten tim Persebaya di era Kompetisi Divisi Utama Perserikatan tahun 1990-1993 itu.

Ibnu Grahan (kiri) bersama kedua anaknya yang merintis bisnis warung kopi

Kebetulan, lanjut Ibnu, kedua anaknya mengantongi ijazah Barista, sehingga mereka punya keahlian dalam meracik kopi. “Ada banyak jenis kopi yang dijual. Harganya bervariasi, tetapi tetap terjangkau,” tutur ayah tiga anak yang tetap terlihat bugar ini. Anak satunya lagi adalah Arliga Kanza Al Ayubi.

Selain aneka kopi, warung kopi yang buka di Jl Rangkah 2 No.51 Surabaya itu juga menjual aneka makanan, seperti lumpia basah, lumpia kering, bothok telur asin, bothok daging, dadar gulung dan lain-lain.

“Alhamdulillah, meskipun belum lama dibuka, tapi bisa jalan. Pelanggan mulai berdatangan, baik yang mampir sekadar untuk minum kopi atau beli makanan,” ungkap suami dari Wahyu Rina ini.

Meskipun demikian, Ibnu Grahan mengakui jika pandemi Covid-19 ikut mempengaruhi usaha warung kopi yang dirintis anaknya. Apalagi, ketika awal dibuka tiba-tiba muncul pandemi Covid-19, sehingga praktis pembeli menjadi sepi.

Dia pun menasihati kedua anaknya agar bersabar. Sebab, hampir semua usaha memang terkena dampak akibat adanya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dan banyak negara di dunia.

“Karena itu kita semua berdoa agar pandemi Covid-19 segera berlalu, sehingga kehidupan kembali berjoan normal,” harap Ibnu Grahan yang mengaku sudah sangat rindu dengan lapangan hijau dan si kulit bundar.

Tak lupa, selama pandemi Covid-19 belum bisa diatasi, dia wanti- wanti kepada keluarga dan teman-temannya sesama mantan pemain Persebaya, agar mematuhi protokol kesehatan, antara lain menggunakan masker, rajin cuci tangan pakai sabun, dan selalu jaga jarak dengan tidak berkerumun.

“Aturan ini juga saya berlakukan di warung kopi. Selain jaga jarak, tiap pengunjung diwajibkan memakai masker dan cuci tangan pakai sabun,” kata pemain yang kali pertama bergabung Persebaya pada tahun 1986 itu.

“Saya terpantau setelah kecamatan Tambaksari juara antakecamatan se-Surabaya dan saat itu saya jadi pemain terbaik. Padahal di klub Putra Gelora saya tidak pernah dapat kostum karena Putra Gelora pemainnya banyak penghuni tim Persebaya tahun 80-87, sehingga mereka lebih senior,” ungkap Ibnu.

Saat itu H Agil Ali didaulat sebagai manajer, Misbah sebagai pelatih kepala dan Nuryono Hariadi sebagai kapten. Persebaya akhirnya tampil sebagai juara pada tahun 1987.

“Bonusnya lumayan besar karena tidak ada sistem gaji, yaitu sekitar Rp 3-7 juta kalau menang. Kerbersamaan kuat sekali, kompak, rasa persaudaraan tinggi, baik pemain maupun keluarganya. Itu yang saya rasakan, sehingga kala itu Persebaya dapat menjadi klub nomor satu di tanah air,” katanya.

Selain kapten Nuryono Hariadi, beberapa pemain yang memperkuat Persebaya kala itu antara lain kiper I Gede Putu Yasa, Rae Bawa, Maura Hely, Budi Johanis, Usman Hadi, Subangkit, Muharrom Rusdiana, Ibnu Grahan, Yusuf Ekodono, Yongky Kastanya, Putut Wijanarko, Mustakim dan Samsul Arifin.

Gelar juara Piala Utama 1990 pun berhasil diraih Persebaya. Tapi, waktu itu manajer Persebaya dipegang Dahlan Iskan dengan trio pelatih Rusdi Bahalwan, Subodro dan Totok Risantono. Materi pemainnya antara lain kiper M.Afif, Totok Anjik, Yani Faturahman, Hartono, Edi Santoso, Selamet “Gajah” Bachtiar, Ashadi Panji, Seger Sutrisno, Wenedi Purwito, M.Nizar, Yusuf Ekodono dan Ibnu Grahan sebagai jenderal lapangan tengah sekaligus kapten kesebelasan.

“Sekarang semua hanya tinggal kenangan yang tidak terlupakan,” pungkas Ibnu Grahan. (pin )

beritalima.com beritalima.com

Pos terkait