SURABAYA, beritalima.com | Pengembangan mangrove di Wonorejo dan beberapa mangrove lainnya di Kota Surabaya, mendapat perhatian dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia. Akhirnya, Kota Surabaya berpeluang mendapat akreditasi kota lahan basah dunia.
“Jadi, nanti Surabaya akan diusulkan sebagai salah satu kota nominasi untuk memperoleh akreditasi dalam pengolahan kota lahan basah tingkat dunia atau internasional,” kata Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai KLHK Saparis Sudaryanto seusai bertemu Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di ruang kerjanya, Selasa (10/3/2020).
Menurut Saparis, Surabaya akan diusulkan karena selama ini KLHK melihat ada kemauan yang cukup bagus dan sudah terbukti nyata dilakukan di Kota Surabaya, terutama terkait dengan upaya pengembangan area mangrove. Bahkan, setelah mendengarkan paparan dari Wali Kota Risma di ruang kerjanya, ternyata sudah banyak upaya pemkot dalam upaya pengolahan lahan basah itu.
“Berbagai upaya itu nanti juga bisa dimasukkan bagaimana pemkot membangun waduk-waduk dan bozem untuk pengendalian banjir dan menumbuhkan nilai ekonominya, serta yang paling penting upaya-upaya pengolahan lahan basahnya itu,” ujarnya.
Ia memastikan bahwa pengolahan lahan basah ini juga menjadi komitmen Pemerintah Indonesia karena Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Ramsar sejak tahun 1991 melalui Keputusan Presiden RI No. 48 tahun 1991. Konvensi Ramsar adalah perjanjian internasional untuk konservasi dan pemanfaatan lahan basah secara berkelanjutan. Nama resmi konvensi ini adalah The Convention on Wetlands of International Importance, especially as Waterfowl Habitat.
“Jadi, nanti Indonesia akan mengusulkan Surabaya dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur Jambi untuk mendapatkan akreditasi pengolahan kota lahan basah tingkat dunia itu,” imbuhnya.
Ia juga mengakui bahwa kondisi Surabaya lebih komplek dan sangat pantas mendapatkan akreditasi itu. Di samping ada pengembangan mangrove, ada pula pembangunan waduk-waduk dan bozem, kanan kiri sungai tertata, sehingga ini lebih komplek karena melibatkan berbagai pihak. “Menurut saya, ini lebih bagus dan lebih kaya, apalagi Surabaya sebagai kota metropolitan ya,” ujarnya.
Selain itu, kata kunci yang paling menarik dari Kota Surabaya adalah meskipun keterbatasan dana, tapi Wali Kota Risma beserta jajarannya tetap bisa mengembangkan lahan-lahan basah tersebut. Sebab, Pemkot Surabaya berhasil melibatkan multi stakeholder dan masyarakat juga terlibat intens. “Yang paling penting adalah tumbuhnya kesadaran masyarakat. Itu yang menurut saya nilai lebihnya, kata kuncinya tadi kata Bu Risma, meskipun tidak punya uang, tapi tetap bisa mengembangkan itu semua. Itu menurut saya yang hebat banget,” tegasnya.
Oleh karena itu, setelah pertemuan dengan Wali Kota Risma, Pemkot Surabaya diminta untuk melengkapi beberapa dokumen. Nantinya, dokumen itu juga harus dilengkapi surat dari Wali Kota Risma kepada Menteri LHK untuk memperoleh endorsement letter atau surat dukungan ke secretariat ramsar. “Nanti kita masukkan, Bulan Juni akan dinilai,” tegasnya.
Sementara itu, Wali Kota Risma menyanggupi untuk menggarap berbagai dokumen itu beserta suratnya. Dalam pertemuan itu, Wali Kota Risma juga menjelaskan banyak hal tentang berbagai upaya pengembangan area mangrove di Surabaya, termasuk pembangunan bozem yang tersebar di berbagai titik di Kota Surabaya. “Kita banyak bangun bozem dan tanggul-tanggul serta pengendalian tepi sungai. Makanya kami tidak banjir di Surabaya,” tegasnya.
Ia juga memastikan bahwa terus mengembangkan area mangrove, termasuk pembebasan lahan-lahannya dan juga terus melakukan penanaman mangrove. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Pemkot Surabaya juga banyak disampaikan dalam pertemuan itu. “Banyak cari apa saja ada di Surabaya. Kita tidak punya uang, tapi kita punya cara. Makanya pelibatan masyarakat itu juga sangat penting,” pungkasnya. (*)