Jakarta | beritalima.com – Konsolidasi akhir delegasi RI pada COP30/CMP20/CMA7, SBSTA63 dan SBI63, Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Dr. Hanif Faisal Nurofiq, S.Hut., M.P melihat urgensi COP 30 tahun 2025 menandai 10 tahun lahirnya perjanjian Paris.
Dijelaskan Menteri LH mengenai Pasal 2 ayat 1a dari Paris Agreement membatasi peningkatan suhu rata rata global dibawah 2⁰C ditingkat pra – Industri. Serta mengupayakan pembatasan peningkatan suhu hingga 1,5 ⁰ diatas tingkat pra Industri, dengan mengakui bahwa hal ini akan secara signifikan mengurangi resiko dan dampak perubahan iklim.
“Suhu rata rata global antara tahun 2011 – 2010, yaitu 1,09 ⁰C lebih tinggi (IPCC AR – 6 ) tahun 2024 = 1,5957⁰ diatas suku pra – Industri (copernicus climate change Service),” terang Menteri LH, di Ritz Carlton, SCBD, pada Rabu (29/10/2025).
Menurutnya, COP 30 sebagai momentum global untuk mempercepat aksi nyata menghadapi krisis, terutama bagi negara yang berkembang seperti Indonesia.
Lebih lanjut konsolidasi akhir delegasi RI yang dihadiri Menteri Kehutanan Raja Juli, Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi Hasyim Jojo Hadi Kusumo menegaskan, bahwa tanggal 6 dan 7 November 2025 ada diadakan World Leaders Meeting di Belem, Brazil tingkat lepala Negara atau kepala Pemerintahan.
“Nanti dilanjutkan serangkaian pertemuan tangga 10 – 12 November 2025 juga ada serangkaian pertemuan bisnis antara perusahaan, LSM, dan Pemerintahan di Sau Paulo,” tuturnya.
Sebelum itu, diterangkan Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, ada semacam konvensi side event yaitu World Wildlife Conservation Summit. Nanti ketuanya adalah Putra Makota Kerajaan Inggris, Prince William of Wales akan hadir.
“Saya hadir, mendapingi Pak Menteri Kehutanan dan Menteri Lingkungan Hidup. Semuanya sudah komitmen dari Pemerintah kita untuk mwnaukseskan perjanjian Paris tahun 2015 ini alsudah 10 tahun,” terangnya.
Tambahnya, salah atu yang baru, gagasan dari Presiden Brazil agar aupaya membentuk tropical forestry forever alliance atau persekutuan. Indonesia sudah menyatakan ikut serta bahkan telah menyusun dua hal yaitu Perpres untuk mengatur carbon market dan varbon kredit. Kedua, sudah menyampaikan Nationally Determined Contribution (NDC) dan mitigasi perubahan iklim.
Lebih jauh diungkapkan Menteri Lingkungan Hidup, Hasyim Jojo Hadi Kusumo meminta untuk melakukan evaluasi 6 bulanan sekali sesuai target Second NDC yang telah dikomentirkan Indonesia ke global.
“Maka setiap 6 bulan sekali melakukan evaluasi dengan BPKP, Menteri Lingkungan Hidup akan menarik instrumen-instrumen yang diperlukan untuk meyakinkan bahwa semua aksi mitigasi yang direncanakan di dalam endisi bisa didekati,” pungkas Menteri.
Jurnalis : Dedy Mulyadi








