Konsorsium Pembaruan Agraria dan Serikat Petani Pasundan Turun Ke Jalan Peringati Hari Tani

  • Whatsapp
Aksi protes masyarakat di Hari Tani Nasional (foto: istimewa)

Jakarta, Beritalima.com |– Di Hari Tani Nasional, ratusan massa dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) bersama Serikat Petani Pasundan (SPP) mewakili 80 organisasi petani di berbagai daerah melakukn aksi turun ke jalan mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi RI menyampaikan aspirasi terkait urgensi pembongkaran berbagai kasus korupsi agraria di Indonesia (24/9).

Sebagian aksi masyarakat di Hari Tani Nasional juga mengarah pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN). Aksi serupa di berbagai kota  merupakan momentum sakral dan hari mulia bagi kaum tani, masyarakat agraris dan seluruh rakyat yang mendambakan terciptanya keadilan dan kedaulatan agraria bagi segerap rakyat dan bangsa.

Agraria adalah segala hal yang berkaitan dengan bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, baik yang di atas maupun di bawah permukaan bumi. Pengertian ini tercermin dalam Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 (UUPA), yang merupakan landasan hukum utama dalam pengaturan agraria di Indonesia. UUPA secara eksplisit menjelaskan apa itu hak agraria, Dapat disimpulkan jika hak-hak agraria meliputi hak atas tanah, hak atas air, hak ulayat dan hak memanfaatkan hutan. Penguasaan dan pengelolaan sumber-sumber agraria diatur oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam pernyataannya, disebutkan, “selama dua periode pemerintahan Joko Widodo, tercatat telah terjadi 2.939 letusan konflik agraria dengan luas mencapai 6,3 juta hektar dan korban terdampak sebanyak 1,75 juta rumah tangga di seluruh wilayah di Indonesia (KPA, 2023). Fakta ini menunjukan selama berpuluh tahun telah terbukti tidak ada keinginan secara sungguh-sungguh untuk melakukan review dan pencabutan terhadap konsesi hak atas tanah dan izin-izin yang telah diberikan tersebut.”

“Bagi petani, masyarakat adat, nelayan dan kaum perempuan, tanah, air dan kekayaan alam adalah penunjang pokok hidup, sumber pangan, hingga identitas, simbol nilai-nilai luhur dan kemuliaan hidup, harkat dan martabat,” sebutnya.

Beberapa kasus pun disoroti. “Faktanya, sumber-sumber agraria terutama tanah, air dan hutan kini dikuasai oleh segelintir orang saja. Hingga saat ini sudah 25 juta hektar tanah dikuasai oleh pengusaha sawit, 10 juta hektar tanah dikuasai pengusaha tambang dan 11,3 juta hektar tanah dikuasai oleh pengusaha kayu (Catahu KPA, 2023). Di waktu bersamaan ada 17,24 juta petani gurem yang hanya menguasai tanah di bawah 0,1 s/d 0,5 hektar, sisanya buruh tani dan tidak bertanah. Parahnya kemiskinan struktural ini berada dalam sistem ekonomi-politik agraria yang diskriminatif kepada rakyat, tanpa kepastian hukum, rentan menjadi korban mafia tanah dan koruptor,” kritiknya.

Jurnalis: Abri/Rendy

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait