KUPANG, beritalima.com – Tahun 2017 jaringan NGO/CSO yang tergabung dalam Konsorsium Timor Adil dan Setara, atas dukungan Oxfam dan DFAT melakukan serangkaian kegiatan kampanye dalam rangka memperingati 16 hari- HAKTP (Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan). Konsosium Timor Adil dan Setara merupakan gabungan dari LBH APIK NTT, CIS Timor, Bengkel APPek, KPI Wilayah NTT, Lopo Belajar Gender, Yayasan Sanggar Suara Perempuan di TTS dan Yabiku di TTU.
Konsorsium Timor Adil dan Setara merupakan sebuah kekuatan yang bekerja untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui pencegahan dan penanganan.
Demikian disampaikan Koordinator Konsorsium Timor Adil dan Setara, Ansi D. Rihidara saat Press Conference di Restorant Nelayan Kupang, Juma (8/12) siang.
Acara Press Conference yang dipandu Ana Djukana (Pemred) Harian Kota KURSOR ini hadir pula Perwakilan OXFAM, Juliana Ndolu, Jorhans J. Nome, Dekan Fakultas Hukum Undana serta undangan lainnya.
Dikatakan Ansi, anggota konsorsium bekerja melalui berbagai strategi seperti pendampingan kasus pada tingkat litigasi dan non lotigasi, sosialisasi melalui berbagai media, pengorganisasian kelompok orang muda, perempuan dan anak, serta advokasi untuk perubahan kebijakan agar lebih adil bagai perempuan dan anak.
Menurutnya, thema kampanye 16 HAKTP pada tahun 2017 adalah “ CUKUP, Orang Muda Berperan mengkahiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan”. Pemilihan thema ini sejalan dengan situasi tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di NTT. Riset LBH APIK NTT menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2013 – 2013 terjadi 119 kasus dengan perkosaan termasuk gang rape dan pencabulan menduduki jumlah tertinggi. 93 persen perkosaan adalah anak – anak (dibawah 18 tahun) dan sebagian besar pelaku merupakan orang terdekat atau dikenal korban seperti keluarga 56 persen, pacar 26 persen dan sisanya tukang ojek, guru, dan tetangga. Angka di atas adalah angka akses korban yang melaporkan kasusnya, sementara di luar sana masih banyak kasus yang terbungkam dan tidak terlapor.
Pemilihan orang muda sebagai sasaran kampanye tahun ini juga didasarkan pada kesadaran bahwa orang muda lebih terbuka dalam menerima perubahan ataupun cara pandang baru. Orang muda diharapkan menjadi agen perubahan yang dapat memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Tahun ini serangkaian kampanye yang dilaksanakan oleh Konsorsium Timor Adil dan Setara, yaitu Yayasan Sanggar Suara Perempuan di SoE, kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) pada 21 – 22 November 2017 melaksanakan Konferensi Perempuan Timor sekaligus melakukan kampanye 16 Hari Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan. Sejak 25 November sampai dengan 10 Desember 2017 memutar spot iklan di RRI “ Stop Kekerasan Seksual”.
Kemudian CIS Timor di Kupang tanggal 25 November 2017 melaksanakan dialog radio dengan tema “ Stop Kekerasan dalam pacaran”. Selanjutnya, kata dia, Lopo Belajar Gender di Kupang pada 7 Desember 2017, melaksanakan Sosialisasi anti Kekerasan Seksual untuk murid kelas 4-5 Sekolah Dasar (SD) Persitim 2 Kupang. Kemudian LBH APIK NTT, 8 Desember 2017 melaksanakan Sosialisasi tentang Kekerasan Terhadap Perempuan dan Perlindungan Buruh Migran di Kelurahan Oesapa Barat, Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang.
Selanjutnya, Konsorsium Timor Adil dan Setara pada 9 Desember 2017 melaksanakan Dialog Publik, Foto Booth dengan thema “Peran Oprang Muda untuk Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, kerjasama dengan Fakultas Humum Undana dan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Undana.
Ia menambahkan, bekerja untuk mengurangi tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan kerja bersama dari semua pihak, baik Pemerintah, Legislatif, Dunia Pendidikan, Lembaga Agama, Tokoh Adat.
Karena itu, Konsorsium Timor Adil dan Setara merekomendasikan, yaitu pertama, Pemerintah dan DPR agar mamperkuat kebijakan dan penganggaran untuk berbagai upaya pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Pemerintah perlu membuat kebijakan agar melibatkan orang muda dalam upaya pencegahan tindak KTP/A.
Kedua, Pemerintah dan DPR memperkuat kelembagaan P2TP2A, agar dapat berperan secara maksimal dalam pencegahan dana penanganan KTP/A di kabupaten dan kota di Indonesia.
Tiga, Lembaga Pendidikan agar melakukan mainsteram pendidikan keadilan gender dan anti kekerasan terhadap perempuan dan anak. Mainsteram ini sebagai cara dunia pendidikan melawan norma sosial yang mendiskriminasi dan melanggengkan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Empat, Lembaga Agama agar secara terus menerus menyuarakan penolakan terhadap berbagai pemahaman, cara pandang, stigma yang melanggengkan berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui mimbar agama.
Lima, media masa baik cetak, elektronik, online agar menjadi saluran untuk membangun kesadaran masyarakat agar berani melaporkan tindak kekerasan yang diketahui pada perempuan dan anak.
Enam, tokoh adat agar memainkan peran untuk mempromosikan nilai – nilai dan praktik sosial dan budaya yang menjunjung tinggi penghormatan pada perempuan serta mendorong perubahan perilaku laki – laki yang lebih peka dan ramah terhadaop p[erempuan anak anak.
Tujuh, organisasi kemahasiswaan dan pemuda agar memainkan peran untuk mempromosikan nilai dan struktur organisasi yang lebih peka gender dan anti kekerasan. (L. Ng. Mbuhang)