Konstatering di Pasar Asem Payung Diwarnai Protes, Ahli Waris : Tanah Ini Bukan Milik Pemkot Surabaya

  • Whatsapp

SURABAYA – Pelakasanaan konstatering atau pencocokan objek sengketa yang dilakukan oleh juru sita Pengadilan Negeri (PN) Surabaya di Pasar Asem Payung, Jalan Gebang Lor 42, Kelurahan Gebang Putih, Kecamatan Sukolilo, Jumat (25/4/2025), diwarnai protes dari pihak termohon.

Konstatering ini dilaksanakan atas permohonan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berdasarkan penetapan Ketua PN Surabaya Nomor 62/EKS/2024/PN.Sby, yang merujuk pada perkara Nomor 961/Pdt.G/2018/PN.Sby, Nomor 158/PDT/2020/PT.SBY, dan Nomor 1685 K/Pdt/2021.

Mas’ud, kuasa hukum pihak termohon, memprotes keras pelaksanaan konstatering tersebut. Ia beralasan, pihaknya tengah mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) serta perlawanan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Kami meminta konstatering ini ditunda karena proses PK masih berjalan. Kami juga telah mengajukan perlawanan ke PTUN,” tegas Mas’ud di lokasi.

Namun, meski mendapat penolakan, tim dari PN Surabaya bersama aparat kepolisian, TNI, dan perwakilan Pemkot tetap melanjutkan konstatering dengan memasuki area pasar.

Mas’ud mempertanyakan keabsahan klaim Pemkot Surabaya atas tanah tersebut. Ia menilai status lahan tersebut didasarkan pada Sistem Informasi Manajemen Barang Daerah (SIMBADA) yang menurutnya tidak sesuai prosedur.

“SIMBADA seharusnya mencatat barang atau aset yang sudah ada. Ini sebaliknya, menemukan lahan lalu mencatatnya. Ini jelas bermasalah,” kritiknya.

Selain itu, Mas’ud juga mempersoalkan dokumen batas tanah yang digunakan Pemkot. Ia menyebut dokumen itu hanya hasil salinan dari data milik kliennya, H. Fatchul Nadim, ahli waris dari H.M. Rowi Dahlan.

Ahli Waris Tegaskan Tanah Warisan

H. Fatchul Nadim menyatakan tanah tersebut merupakan warisan keluarganya. Menurutnya, almarhum ayahnya, H.M Rowi Dahlan, membeli lahan itu dari Mochammad Zainal pada 1974, lengkap dengan Petok D dan bukti pembayaran pajak hingga 2017.

“Saya mendapat amanah dari almarhum ayah saya untuk mempertahankan dan meningkatkan status tanah ini menjadi sertifikat,” kata Haji Nadim.

Ia menceritakan, pasar Asem Payung mulai berdiri tahun 2007 sebagai upaya relokasi pedagang kaki lima dari kawasan Galaxy. Menurutnya, permintaan untuk menyediakan lahan datang dari Lurah Joko Suwiryo saat itu.

Namun, Haji Nadim mengaku sempat menolak penggunaan lahan keluarganya untuk penampungan pedagang, dan mengusulkan alternatif lokasi lain, meski akhirnya ditolak.

Lebih lanjut, Haji Nadim mengungkapkan kejanggalan, di mana pada 2017, tiba-tiba Pemkot memasang plakat kepemilikan di depan pasar tanpa pemberitahuan.

“Sebelum plakat dipasang, saya dipanggil Lurah Agus. Saat saya tunjukkan bukti Petok, dia bilang hanya untuk pencocokan data, karena katanya akan ada audit dari pusat yang disaksikan KPK,” ujarnya.

Sengketa Lokasi Tanah

Haji Nadim menegaskan, berdasarkan Peraturan Wali Kota (Perwali) yang berlaku, tanah yang tercatat sebagai milik Pemkot Surabaya sebenarnya berada di belakang Pasar Asem Payung, hasil tukar guling tambak di kawasan wisata Mangrove tahun 2021, ditambah kompensasi Rp1,2 miliar untuk RW003 Asem Payung.

“Obyek di depan Kertajaya Regency yang sekarang berdiri perumahan, itu hasil tukar guling untuk RW001 Gebang Lor, RW002 Gebang Kidul, dan RW004 Kejawan Wetan. Tapi kenapa bukan itu yang diklaim Pemkot?” tandasnya.

Perselisihan status kepemilikan tanah ini kini masih berlanjut di jalur hukum. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait