Dalam Konteks Keberagaman Harus Dipahami Secara Utuh

  • Whatsapp

KUPANG, beritalima.com – Para wartawan baik Media Cetak, Elektronik dan Media Online di Kupang mengikuti diskusi yang diadakan Peace Journalist Community Kupang (PJCK) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kupang, Sabtu (27/8) di Kupang.

Diskusi itu mengambil thema “Workshop Penulisan Tentang Isu Keberagaman”, menghadirkan narasumber diantaranya Pdt. Emy Sahertian,  Penasehat Solidaritas Korban Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (Sobat KBB) Nusa Tenggara Timur (NTT), Jhon Mau perwakilan dari Yayasan Tanpa Batas (YTB) Kupang.

Jhon Mau yang akrab disapa Joe dalam diskusi mengatakan, dalam konteks keberagaman harus dipahami secara utuh, sehingga tidak menimbulkan sikap antipati atau diskriminasi terhadap kelompok-kolompok minoritas dalam masyarakat.

Menurutnya, kaum minoritas sesungguhnya tidak menuntut legalitas atau pengakuan dari pihak manapun, dan yang diinginkan adalah menempatkan nilai kemanusiaan dalam memandang orientasi yang berbeda dari manusia lain.

“LGBT tidak menuntut legalitas, yang diminta adalah dihargai sebagai manusia. Jika ada perilaku kaum LGBT yang dianggap kebanyakan orang salah, maka yang disoroti seharusnya adalah tindakan atau perbuatannya, bukan karena orientasinya yang berbeda,” kata Joe.

Sementara Pdt. Emy menambahkan, pemberitaan media massa dewasa ini menjadi penting dan berperan membentuk peradaban damai dalam tataran keberagaman hidup berbangsa dan bernegara. Ia mengatakan, pers atau media massa saat ini menjadi arus informasi dan tonggak peradaban. “ Oleh masyarakat kita saat ini, media massa maupun media sosial dijadikan sebagai sarapan pagi hingga sarapan saat menjelang tidur malam, karena aktivitas dan kebutuhan orang membaca berita atau informasi,” ujarnya.

Dikatakannya, kemajuan teknologi dan arus informasi sangat penting dan turut mempengaruhi serta membentuk konstruksi juga relasi di masyarakat, bahkan ikut membentuk peradaban dunia baru.

“Namun dampak lain yang lebih parahnya lagi bahwa dari konsumsi informasi dari semua level ini juga turut mempengaruhi regulasi,” katanya.

Pendeta Emy yang juga membidangi Advokasi dan Perdamaian Sinode GMIT ini mengungkapkan, peranan media massa dan pemberitaan di abad ini sudah seperti buku suci baru. Karena itu, media dituntut untuk berperan sebagai pembentuk peradaban damai dan bukan sebagai penabur bibit-bibit konflik.

“Karena dari pemberitaan media atau suguhan bacaan-bacaan yang dikonsumsi publik ini kemudian dipakai sebagai acuan untuk bersikap dan berprilaku. Jangan sampai media justru menjadi provkator melalui kata, ungkapan dan statement yang dimunculkan dalam berita,” ujarnya.

Diskusi tersebut dilaksanakan di Kantor Harian Kota KURSOR selama dua hari, yakni 26 – 27 Agustus 2016. Kegiatan hari pertama menghadirkan tiga narasumber yaitu Ana Djukana (Pemred Harian KURSOR), Alexander Dimoe (Ketua AJI Kupang), dan Agus Sape dari Harian Umum Pos Kupang.  mewakili Ketua . (Ang)

 

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *